Kamis, 05 Januari 2012

Janusitas Uang; Dipuja dan Dikutuk

Oleh: Syaifudin


Uang bukan sebatas alat tukar dalam ruang ekonomi, tetapi ia kini menjadi entitas atas realitas sosial manusia. Uang juga merupakan ciri permanen dari kehidupan manusia sehari-hari.  Dengan demikian uang memberikan warna kehidupan tertentu bagi umat manusia.
 
Namun uang pun tidak lepas dari hukum paradoksal sosial. Dimana uang satu sisi menciptakan masalah ketika kita tidak memilikinya, namun juga ada masalah ketika kita memilikinya. Akan tetapi hal ini sesungguhnya secara sosiologis merupakan sebuah ilusif dari sugesti sosial kita bahwa kita menjadi penguasa atas uang. Padahal secara halus dan gerilya, uang tanpa sadar mengontrol segala kehidupan sosial kita.

Selama berabad – abad manusia berusaha membangun suatu alat tukar yang modern, yang pada akhirnya terkonsensuslah sebuah alat tukar bernama “uang”. Makna dan definisi tentang uang pun beragam, tergantung dari sudut pandang mana melihatnya. Laksana dewa Janus yang bermuka dua, uang satu sisi dipuja laksana Tuhan,  disisi lain ia dikutuk laksana iblis.

Lalu apa sebenarnya sifat uang itu, bersifat jahat atau baik? Keteraturan atau ketidakteraturan?  Namun yang pasti, uang memiliki kekuatan untuk mengintegrasi dan mendisintegrasi peradaban manusia.  Secara reflektif, uang yang tadinya diciptakan oleh manusia kini tanpa disadari uang telah menciptakan berbagai karakter manusia, baik gaya hidupnya maupun pola berpikirnya.

Dalam konteks sosiologi ekonomi; uang merupakan medium pertukaran, dan juga simpul dari pertukaran. Maksudnya, uang sebagai medium pertukaran ternyata membantu proses berkembangnya sistem perdagangan, mempercepat serta memperluas distribusi barang dan jasa kepelosok negara sampai wilayah terpencil, sehingga dari medium ini membangun sebuah relasi ekonomi dalam masyarakat. sedangkan sebagai simpul pertukaran, uang berkontribusi besar dalam perkembangan kehidupan sosial manusia itu sendiri dan mengubah orientasi nilai manusia dari standar moral ke standar egoisitas.
 
Uang bekerja sebagai sarana peraturan sosio-normatif dari kehidupan ekonomi. Uang juga menunjukkan bagaimana kepentingan pribadi  manusia dapat berpengaruh pada tatanan sosial. Dimana uang seperti ekstasi bagi manusia; bersifat merayu batas nalar dan moralitas manusia.  Uang akan mengisi manusia dengan kekuatan material, yang dapat diwujudkan melalui mekanisme sosial - pasar, tapi uang juga akan tetap acuh tak acuh terhadap apa yang akan ditujukan.

Ringkasnya, uang bukanlah semata benda mati yang tak memiliki kekuatan. Justru dibalik “kebendahaan” itu, ternyata uang menyimpan berbagai takdir  kehidupan manusia di dunia. Uang tanpa disadari mampu melewati batas – batas nurani manusia. Dari manusia yang memiliki pendidikan tinggi sampai manusia yang memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi, tidak lepas dari jeratan dan rayuan dari benda hidup yang bernama “uang” – seperti korupsi di lembaga pendidikan, DPR-MPR, sampai di kementerian agama serta tempat ibadah. Inilah kedahsyatan uang, membuat beranekaragam manusia dari yang manusia dewa sampai manusia setan. Dan kita tentu tidak lepas dari jeratannya, karena itu antara kepastian dan irasionalitas atas dorongan primitif ego kita.