Selasa, 13 April 2010

Memerdekakan Pendidikan Indonesia


Memerdekakan Pendidikan Indonesia

Oleh : Syaifudin

Jangan Tuan terlalu percaya pada pendidikan sekolah. Seorang guru yang baik masih bisa melahirkan bandit-bandit yang sejahat-jahatnya, yang sama sekali tidak mengenal prinsip. Apalagi kalau guru itu sudah bandit pula pada dasarnya
( Pramoedya Ananta Toer : Jejak Langkah )


Tan Malaka sosok pahlawan revolusioner Indonesia. Menurutnya, untuk merebut kemerdekaan hanya bisa diperoleh melalui pendidikan. Lalu, masih relevankah konsep Tan Malaka ini, yang kita ketahui sudah 64 tahun Indonesia merdeka? Indonesia memang sudah merdeka, akan tetapi bagaimana dengan dunia pendidikan Indonesia, sudah merdekakah?
Kita ketahui setiap olimpiade Internasional, Indonesia selalu meraih juara. Lantas, apakah ini menjadi indikator bahwa pendidikan Indonesia sudah merdeka? Dalam tulisan ini mencoba menjelaskan arti kemerdekaan dalam konteks pendidikan. Kemerdekaan pendidikan Indonesia adalah kenyataan bahwa seluruh rakyat Indonesia dapat mengakses haknya dalam dunia pendidikan dan mengantarkan peserta didik ke potensi yang dimilikinya. 

Antara komodifikasi dan Didaktik
Merdeka atau tidak ? Di saat pendidikan Indonesia tak berkuasa dihadapan modal kuat dari arus kapitalisme pendidikan atau terjerat dalam ruang komodifikasi. UU BHP memang dibatalkan, namun Peraturan Presiden (Pepres) nomor 77 tahun 2007 menegaskan pendidikan sebagai bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal asing. Penanaman modalnya sebesar 49%. Memang berdasarkan beberapa studi Bank Dunia, disebutkan bahwa keuntungan ekonomi (rate of return) investasi pendidikan ternyata lebih tinggi daripada investasi fisik dengan perbandingan rata-rata 15,3% dan 9,1%. Berarti, investasi dalam pendidikan merupakan sesuatu yang menguntungkan. Dengan kata lain pendidikan merupakan barang komoditi yang potensial. Padahal menurut Marx, sejatinya pendidikan bukanlah tempat untuk mengakumulasi kapital.
        Selain itu, dalam segi didaktik menurut Tan Malaka ada tiga hal penting yang harus dipenuhi dalam menafsirkan pendidikan. Pertama, memberi senjata cukup, buat pencari penghidupan dalam dunia kemodalan (berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa Belanda, Jawa, Melayu, dan sebagainya). Dalam bahasa yang lebih sederhana pendidikan harus mampu menciptakan seorang manusia yang mempunyai kemampuan yang sesuai dengan bidang keilmuannya. Profesional, terampil, dan kapabel dalam bidang keilmuan yang digeluti. Baik dalam ilmu eksak maupun non eksak. Selain itu, pendidikan juga harus bisa melahirkan seorang manusia yang eklektik, jenis manusia yang punya penguasaan terhadap berbagai hal. Punya kemampuan berbahasa asing, pintar, dan yang paling penting dia mampu menangkap apa yang menjadi kehendak masa depan. Sehingga, pendidikan akan mampu memberikan bekal pada seorang peserta didik sebagai senjata untuk hidup.
         Kedua, memberi hak peserta didik, yakni kesukaan hidup, dengan jalan pergaulan (verenniging). Dalam pengertian ini yang dimaksud Tan Malaka adalah memberikan kebebasan bagi peserta didik agar berkembang sesuai dengan potensi dan bakat yang dimilikinya, melalui perkumpulan-perkumpulan yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Artinya, peserta didik difasilitasi untuk mengembangkan kecakapan hidup melalui organisasi-organisasi maupun perkumpulan yang sesuai dengan keinginannya. Membentuk karakter seorang peserta didik melalui pergaulan dan pergulatan dengan semua orang.
         Ketiga, menunjukan kewajiban kelak, terhadap pada berjuta-juta kaum kromo. Pendidikan dalam pengertian Tan Malaka, tidak hanya sekedar untuk mendapatkan pengetahuan dan kepandaian otak saja. Melainkan, pendidikan harus mampu memberikan bekal pada peserta didik untuk melakukan pengabdian terhadap masyakat.Lain halnya dengan Marx, menurutnya pendidikan yaitu bagaimana dapat memposisikan manusia pada esensi dan kemartabatan manusia yang sesungguhnya.
Tan Malaka menambahkan, bahwa tujuan pendidikan itu harus mampu meningkatkan daya pikir manusia serta kepedulian terhadap sesama. Untuk itulah, sejatinya pendidikan harus benar-benar dimerdekakan dalam arti yang sebenarnya. Baik dari segi kapital maupun metode didaktik. 

Memerdekakan Pendidikan
Bagaimanakah pendidikan yang merdeka itu ? Di mana program sekolah gratis, visi Indonesia maju 2030 serta program pengentasan kemiskinan tahun 2015, yang dicanangkan oleh pemerintah akan menjadi utopis. Jika pendidikan tidak dimerdekakan dari penjajahan stratifikasi kelas dan modal. Oleh karena itu, seharusnya pendidikan bukanlah barang komoditi. Akan tetapi justru dijadikan investasi untuk menghasilkan peradaban dan bangsa yang berkualitas. Bukan investasi dalam mengakumulasi modal. Herbison dan Myers mengungkapkan, bila suatu negara tidak dapat mengembangkan sumber daya manusianya, maka negara itu tidak dapat mengembangkan apa pun,baik sistem politiknya serta kesatuan bangsa dan kemakmuran rakyatnya. Salah satu cara dalam mengembangkan sumber daya manusia Indonesia, yaitu melalui pendidikan. 
Kemerdekaan pendidikan Indonesia dalam rumusan ini yaitu, Pertama, pendidikan harus bersifat merakyat, artinya dunia pendidikan mudah diakses bagi semua kalangan masyarakat, khusunya masyarakat yang miskin dan terpencil di daerah pedalaman, baik dari segi biaya, fasilitas dan lokasi. Kedua, kebijakan pendidikan yang tepat dan konstruktif, guna terciptanya pendidikan yang efektif, relevan dan progres. Ketiga, pendidikan harus dijadikan prioritas utama yang bersifat elaborasi. Sebab sesuatu yang dikerjakan secara setengah-tengah, maka hasilnya pun tidak optimal. Keempat, metode didaktik yang dapat meningkatkan kesadaran kritis dan transformatif peserta didik atas realitasnya.
Dengan demikian, dapat dikatakan nasib bangsa ini di masa depan akan terlihat dari bagaimana mengembangkan pendidikan bagi generasi bangsa itu sendiri. Kegagalan suatu bangsa dan hancurnya peradaban adalah kegagalan dunia pendidikan. Untuk itu, kemerdekaan pendidikan Indonesia harus menjadi prioritas dalam pembangunan Indonesia ke depan.