Organisasi Sebagai Proses Pembelajaran Bernilai Akademik*
Dunia kuliah
tentu tidak terlepas dari Sistem Kredit Semester (SKS). Sebab hal inilah yang
menjadi dasar akademik penilaian kemampuan mahasiswa pada suatu matakuliah. Bagi sebagian mahasiswa kuliah identik dengan rutinitas
belajar formal dalam sebuah ruangan. Oleh sebab itu pemaknaan kuliah mengalami
penyempitan secara proses. Istilah mahasiswa ” kupu-kupu ” pun menjadi
label dari wujud penyempitan makna proses ini. Secara esensi kuliah merupakan proses
belajar pada perguruan tinggi untuk menguasai bidang keilmuan tertentu. Di
sinilah para mahasiswa dikontruksi dengan proses pembelajaran yang sifatnya
normatif dalam ruang kelas. Tentunya
dengan berbagai macam tugas yang diberikan dosen secara tekstual sesuai dengan
materi ajar. Berbagai model
kurikulum dan variasi metode pembelajaran pun menghiasi pola pembelajaran di
jenjang perguruan tinggi ini.
Secara esensi
proses pembelajaran dapat berlangsung di mana saja. Dalam standar proses
pembelajaran yang termaktub dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005
pasal 19 tentang standar nasional pendidikan, dikatakan proses pembelajaran
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Namun faktanya
pada tahun 2007 tercatat jumlah pengangguran mencapai 740.000 orang dengan
latar belakang diploma dan sarjana. Hal ini dikarenakan rendahnya ketrampilan
yang dikuasainya.
Berangkat dari
hal itu, penekanan proses pembelajaran menjadi pembahasan dalam tulisan ini. Di
sini evaluasi proses pembelajaran harus menjadi tanda tanya besar dalam proses
pencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Sebab, menurut penulis proses
pembelajaran merupakan instrumen penentu berhasil atau tidaknya suatu tujuan
pembelajaran itu.
Proses
pembelajaran ini terkait dengan filosofis pendidikan itu sendiri. Di mana
pendidikan merupakan sarana pengembangan nilai-nilai potensi yang ada dalam
diri manusia. Sejatihnya proses pembelajaran dalam perguruan tinggi tidak hanya
berpusat pada pendidikan formal yang dilakukan mahasiswa. Dalam hal ini
mahasiswa hanya berkutik dalam ruang kuliah, teori-teori atau buku ajar
perkuliahan. Bagi penulis, tujuan proses pembelajaran adalah bagaimana
membentuk karakteristik mahasiswa yang tidak hanya cakap secara keilmuan tetapi
juga memiliki ketrampilan ekstrakulikuler. Ketrampilan
ekstrakulikuler ini di dapat dari luar pendidikan formal itu sendiri.
Ketrampilan ekstrakulikuler yang dimaksud dalam hal ini adalah keterlibatan
mahasiswa dalam suatu organisasi.
Pada dasarnya ketrampilan ekstrakulikuler ini dianggap
sebagai materi tambahan mahasiswa dalam rutinitasnya selama kuliah. Sehingga
ketrampilan ekstrakulikuler ini dinilai tidak memiliki bobot secara akademik
atau penentu kelulusan. Berawal dari penilaian inilah akhirnya menjerumuskan
pandangan mahasiswa dalam kontruksi penyempitan proses pembelajaran dalam
perkuliahan. Mahasiswa
enggan untuk aktif dalam sebuah organisasi. Menurutnya bila dia mengikuti
organisasi secara otomatis akan menurunkan nilai akademiknya. Apalagi
organisasi tidak memiliki nilai akademik. Oleh sebab itu antusiasme mahasiswa
terhadap organisasi berkurang atau kalah pamor oleh matakuliah yang berbobot
nilai akademik. Sehingga fenomena kegiatan nongkrong selepas kuliah
secara sosiologis merupakan bentuk pengalihan kekosongan rutinitas
mahasiswa.
Sumbangsih organisasi
bagi perwujudan tujuan pendidikan
Sebagaimana
tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan
bertanggung jawab. Tujuan pendidikan ini sesungguhnya tidak hanya didapat
melalui proses pembelajaran yang formal dalam ruang kelas. Akan tetapi tujuan
pendidikan itu sesungguhnya dapat terwujud melalui keterlibatan mahasiswa dalam
sebuah organisasi, baik organisasi mahasiswa, ketrampilan, politik, keagamaan,
maupun pemerintah. Mengapa demikian?, alasan pertama, terkadang sistem
pembelajaran yang berlaku secara formal tidak memberikan ruang kebebasan
peserta didik untuk dapat mengembangkan bakat dan minatnya. Peserta didik tidak
mendapatkan tantangan interaksi sosial dalam kapasitas realitas, yang
sesungguhnya itu diperoleh di organisasi. Peserta didik harus patuh dan taat
dengan sistem pembelajaran yang ada. Alhasil kreativitas peserta didik pun
mengalami pengkerdilan. Di sini peserta didik dikontruksi secara tekstual,
bukan kontekstual.
Berbeda halnya
dengan keterlibatan mahasiswa dalam sebuah organisasi. Secara realita
organisasi mempunyai sumbangsih yang besar dalam proses perwujudan tujuan
pendidikan itu sendiri. Bahkan sang proklamator Bung Karno pun mengakui bahwa
organisasi mempunyai andil besar dalam pembentukan karakter dirinya. Tokoh
pendidikan Anies Baswedan yang juga Rektor Universitas Paramadina dalam sebuah
acara di stasiun TV swasta pun mengungkapkan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam
suatu organisasi saat kuliah sangat berperan besar bagi mahasiswa. Gerakan
mahasiswa 1965 sampai era reformasi terjadi karena terbangunnya kesadaran
kritis mahasiswa melalui organisasi.
Di organisasi
inilah mahasiswa mendapat ilmu kehidupan yang justru tidak diperoleh di ruang
kuliah. Di organisasi jugalah mahasiswa diajarkan bagaimana dia bisa menjadi
manusia yang bertanggung jawab akan tugasnya, komitmen atas sebuah amanah,
memiliki relasi sosial yang banyak, mengenal realita secara langsung seperti
kegiatan bakti sosial, kepekaan sosial dan terlebih mendapatkan ketrampilan
tambahan sebagai modal hidup. Proses pembelajaran dalam organisasi menantang
individu untuk dapat mengelolah dirinya, baik secara emosi, sikap, pikiran,
kepekaan sosial maupun pengembangan bakat yang dimilikinya.
Pengembangan
potensi dalam organisasi
Untuk mahasiswa yang memiliki sebuah pola pikir visioner.
Masa kuliah diartikan juga sebagai latihan mengembangkan minat, bakat, dan
belajar mengabdikan apa yang dimiliki untuk masyarakat. Hal ini sesuai dengan Tridharma
perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Sebab
berkutik dalam ruang kuliah saja, tidak menjamin akan meningkatkan ketrampilan
yang ada didalam diri kita.
James A. Froude
mengatakan, bahwa kita tidak bisa sekadar mendambakan diri menjadi seseorang,
tapi kita harus menempa dan mendorong diri kita untuk bisa menjadi seseorang
tersebut. Salah satu cara menempa diri itu melalui keikutsertaan dalam kegiatan
keorganisasian. Masa kuliah akan terasa monoton bila kita hanya disibukan dalam
ruang kelas dan memburu nilai A. Padahal justru masa kuliah adalah proses
peningkatan dan pengembangan potensi, serta kemampuan yang ada dalam diri
secara maksimal.
Untuk di kampus
UNJ sendiri, ada banyak pilihan organisasi kemahasiswaan. Organisasi
kemahasiswaan (Ormawa) ini terbagi menjadi dua yaitu organisasi pemerintahan
mahasiswa (Opmawa) yang terdiri dari BEM atau Senat Mahasiswa baik tingkat
jurusan, fakultas maupun universitas. Lalu yang kedua organisasi mahasiswa yang
berlabel Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Di mana organisasi yang bertempat di
gedung G ini banyak menyumbangkan prestasi, baik bagi mahasiswa itu sendiri,
maupun untuk kampus pada umumnya. Mereka yang berminat di bidang penalaran atau
karya tulis ilmiah maupun penelitian bisa bergabung dengan unit Lembaga Kajian
Mahasiswa (LKM) atau Kelompok Peneliti Muda (KPM). Lalu untuk mahasiswa yang
senang dengan seni, dapat bergabung di Unit Kesenian Mahasiswa (UKM).
Begitu pun bagi
mahasiswa pecinta olahraga dapat bergabung di Unit Kegiatan Olahraga (UKO). Sementara itu, mahasiswa yang ingin melatih mental, fisik,
dan rasa nasionalisme bisa bergabung dengan unit Racana Pramuka. Sedangkan bagi
mahasiswa yang peduli dengan lingkungan atau alam dan tantangan yang memacu
adrenalin, Kelompok Mahasiswa Pecinta Alam Eka Citra (KMPA Eka Citra) dapat
menjadi wadahnya. Bagi mahasiswa yang senang dunia bisnis, mahasiswa bisa
memanfaatkan Koperasi Mahasiswa (KOPMA) sebagai wadah pembelajaran.
Tidak hanya itu saja, untuk yang berminat dalam bidang
kerohanian, mahasiswa dapat bergabung dengan unit Lembaga Dakwah Kampus (LDK),
Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK), dan Keluarga Mahasiswa Hindu Budha (KMHB).
Di sisi lain,
kepedulian sosial diasah melalui Kops Suka Rela Palang Merah Indonesia (KSR PMI
UNJ). Bagi mahasiswa yang senang dengan dunia anak-anak, dapat bergabung dalam
kegiatan sosial di unit Kelompok Sosial Pecinta Anak (KSPA). Sementara itu,
disiplin fisik dan mental dilatih intensif dalam resimen mahasiswa (Menwa).
Bagi mereka
yang berminat dibidang penyiaran atau ingin menjadi penyiar radio, ada juga
unit media komunikasi dan penyiaran yaitu Education Radio FM (Era FM).
Sedangkan bagi mereka yang suka dibidang pers, mahasiswa dapat bergabung di
Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika (LPM Didaktika), yang aktif mengkritik
kehidupan kampus melalui tulisan-tulisannya, yang membuat daya kritis mahasiswa
terbangun.
Untuk mahasiswa
yang gemar dengan dunia fotografi, Kelompok Mahasiswa Pecinta Fotografi (KMPF)
dapat menjadi wadah dalam mengaktualisasikan minat dan bakat mahasiswa dalam
bidang fotografi. Lalu bagi mahasiswa yang gemar dengan dunia sinematografi
atau film, mahasiswa dapat bergabung di unit Sinematografi Mahasiswa dan
Televisi (SIGMA TV), di unit ini mahasiswa mendapatkan ketrampilan dibidang ke
sinematografian seperti, pengetahuan tentang kesutradaraan, penulisan skenario,
kamera, penataan lampu, artistik, dan ketrampilan menjadi editor film.
Organisasi yang
telah disebutkan di atas merupakan konteks organisasi legal yang ada di UNJ.
Tentu masih banyak organisasi ekstra yang lainnya, seperti HMI, KAMMI, GMNI,
PMKRI dan masih banyak lagi. Entah itu yang bersifat profit, sosial, keagamaan
maupun politis.
Mengukir
prestasi dalam berorganisasi
Secara reguler,
kepiawaian penggiat organisasi ini diuji dalam berbagai kompetisi antarkampus,
mulai dari Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS), Festival Film
Penyutradaraan (FFP), Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas), hingga Pekan
Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) serta ajang lomba mahasiswa lainnya. Jadi
mahasiswa tidak cuma jago kandang, tapi juga siap beradu kepiawaian.
Misalnya saja,
dalam ajang PIMNAS ke- 22 tahun 2009 di Universitas Brawijaya Malang,
perwakilan mahasiswa dari Unit Lembaga Kajian Mahasiswa(LKM), berhasil menjadi
juara kedua pada lomba Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian
Masyarakat (PKMM), dan juara ketiga pada lomba poster ilmiah, selain itu juga
merebut juara kesatu pada lomba PKM Gagasan Tertulis (PKM GT) yang diwakili
oleh mahasiswa dari FMIPA. Dari hasil kemenangan itu, akhirnya mengantarkan UNJ
pada peringkat ke-7 Universitas terbaik untuk bidang penelitian mahasiswa
se-Indonesia. Sedangkan untuk bidang sinematografi, SIGMA TV berhasil meraih
juara favorit pada lomba Festival Film Penyutradaraan ke-10 di Institut
Kesenian Jakarta.
Ini hanya
contoh kecil dari prestasi yang dihasilkan oleh mahasiswa yang tergabung dalam
organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa. Dan tentunya masih banyak lagi prestasi
yang dihasilkan dari masing-masing organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa yang ada
di gedung G. Hal ini tentu membuktikan bahwa betapa besarnya peran keterlibatan
organisasi bagi proses pembentukan karakter, dan kemampuan peserta didik sesuai
dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Selanjutnya tinggal mahasiswa sendiri
yang memilih. Apakah menjadi mahasiswa yang hanya bergelut dengan dunia kuliah?
Atau menjadi mahasiswa yang bergelut dengan kuliah dan organisasi?
Pendidikan
ketrampilan berbasis organisasi
Berdasarkan
pembahasan di atas. Maka diperlukan perubahan paradigma proses pembelajaran
dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini kurikulum
pendidikan pada jenjang pendidikan tidak hanya berorientasi pada bagaimana mewujudkan
tujuan pendidikan nasional secara normatif-tekstual. Akan tetapi kegiatan
ekstrakulikuler (aktif organisasi) juga masuk dalam ranah penilaian akademik
bahkan prasyarat kelulusan.
Di mana
kegiatan ekstrakulikuler ini menjadi SKS yang wajib diambil oleh mahasiswa
selama dia kuliah. Maksudnya adalah bahwa keterlibatan mahasiswa dalam sebuah
organisasi menjadi penilaian akademik yang terhitung dalam SKS. Tujuan dari
proses pembelajaran ini agar mahasiswa tidak hanya mendapatkan pembelajaran di
dalam ruang kuliah saja, tetapi juga mahasiswa memiliki ketrampilan di luar
ruang kuliah (baca:organisasi). Entah dia terlibat dalam organisasi yang ada di
kampus maupun diluar kampus. Sesuai dengan minat dan bakat mereka
masing-masing.
Hal ini
diperlukan karena di era globalisasi masyarakat dituntut memiliki kreativitas
dan daya saing yang tinggi. Berdasarkan hasil Human Development Indeks
(HDI) UNDP 2007, posisi Indonesia dalam peringkat daya saing bangsa di dunia
internasional berada di peringkat 107 dari 177 negara, lebih rendah dari
Vietnam di posisi ke-105 (kompas, 5/4/2008). Untuk itulah proses pendidikan
harus dapat memberikan ketrampilan kepada peserta didik. Agar nantinya daya
kreativitas serta daya saing para lulusan dapat meningkat.
Secanggih apapun
metode pembelajaran dan kurikulum tidak akan bermakna bila di dalam proses
pembelajarannya peserta didik tidak merasakan kebebasan mengekspresikan
kehendak, minat, bakat, dan daya kreativitasnya. Dan justru proses pembelajaran
di organisasi inilah mereka dapat mengekspresikan dirinya. Proses pembelajaran
adalah proses kebebasan bukan belenggu takdir kehidupan.