Jumat, 21 Mei 2010

Organisasi Sebagai Proses Pembelajaran Bernilai Akademik


Organisasi Sebagai Proses Pembelajaran Bernilai Akademik*

Oleh : Syaifudin


Dunia kuliah tentu tidak terlepas dari Sistem Kredit Semester (SKS). Sebab hal inilah yang menjadi dasar akademik penilaian kemampuan mahasiswa pada suatu matakuliah. Bagi sebagian mahasiswa kuliah identik dengan rutinitas belajar formal dalam sebuah ruangan. Oleh sebab itu pemaknaan kuliah mengalami penyempitan secara proses. Istilah mahasiswa ” kupu-kupu ” pun menjadi label dari wujud penyempitan makna proses ini. Secara esensi kuliah merupakan proses belajar pada perguruan tinggi untuk menguasai bidang keilmuan tertentu. Di sinilah para mahasiswa dikontruksi dengan proses pembelajaran yang sifatnya normatif dalam ruang kelas. Tentunya dengan berbagai macam tugas yang diberikan dosen secara tekstual sesuai dengan materi ajar. Berbagai model kurikulum dan variasi metode pembelajaran pun menghiasi pola pembelajaran di jenjang perguruan tinggi ini. 
Secara esensi proses pembelajaran dapat berlangsung di mana saja. Dalam standar proses pembelajaran yang termaktub dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 19 tentang standar nasional pendidikan, dikatakan proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Namun faktanya pada tahun 2007 tercatat jumlah pengangguran mencapai 740.000 orang dengan latar belakang diploma dan sarjana. Hal ini dikarenakan rendahnya ketrampilan yang dikuasainya.
Berangkat dari hal itu, penekanan proses pembelajaran menjadi pembahasan dalam tulisan ini. Di sini evaluasi proses pembelajaran harus menjadi tanda tanya besar dalam proses pencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Sebab, menurut penulis proses pembelajaran merupakan instrumen penentu berhasil atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran itu.
Proses pembelajaran ini terkait dengan filosofis pendidikan itu sendiri. Di mana pendidikan merupakan sarana pengembangan nilai-nilai potensi yang ada dalam diri manusia. Sejatihnya proses pembelajaran dalam perguruan tinggi tidak hanya berpusat pada pendidikan formal yang dilakukan mahasiswa. Dalam hal ini mahasiswa hanya berkutik dalam ruang kuliah, teori-teori atau buku ajar perkuliahan. Bagi penulis, tujuan proses pembelajaran adalah bagaimana membentuk karakteristik mahasiswa yang tidak hanya cakap secara keilmuan tetapi juga memiliki ketrampilan ekstrakulikuler. Ketrampilan ekstrakulikuler ini di dapat dari luar pendidikan formal itu sendiri. Ketrampilan ekstrakulikuler yang dimaksud dalam hal ini adalah keterlibatan mahasiswa dalam suatu organisasi.
Pada dasarnya ketrampilan ekstrakulikuler ini dianggap sebagai materi tambahan mahasiswa dalam rutinitasnya selama kuliah. Sehingga ketrampilan ekstrakulikuler ini dinilai tidak memiliki bobot secara akademik atau penentu kelulusan. Berawal dari penilaian inilah akhirnya menjerumuskan pandangan mahasiswa dalam kontruksi penyempitan proses pembelajaran dalam perkuliahan. Mahasiswa enggan untuk aktif dalam sebuah organisasi. Menurutnya bila dia mengikuti organisasi secara otomatis akan menurunkan nilai akademiknya. Apalagi organisasi tidak memiliki nilai akademik. Oleh sebab itu antusiasme mahasiswa terhadap organisasi berkurang atau kalah pamor oleh matakuliah yang berbobot nilai akademik. Sehingga fenomena kegiatan nongkrong selepas kuliah secara sosiologis merupakan bentuk pengalihan kekosongan rutinitas mahasiswa. 

Sumbangsih organisasi bagi perwujudan tujuan pendidikan
Sebagaimana tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab. Tujuan pendidikan ini sesungguhnya tidak hanya didapat melalui proses pembelajaran yang formal dalam ruang kelas. Akan tetapi tujuan pendidikan itu sesungguhnya dapat terwujud melalui keterlibatan mahasiswa dalam sebuah organisasi, baik organisasi mahasiswa, ketrampilan, politik, keagamaan, maupun pemerintah. Mengapa demikian?, alasan pertama, terkadang sistem pembelajaran yang berlaku secara formal tidak memberikan ruang kebebasan peserta didik untuk dapat mengembangkan bakat dan minatnya. Peserta didik tidak mendapatkan tantangan interaksi sosial dalam kapasitas realitas, yang sesungguhnya itu diperoleh di organisasi. Peserta didik harus patuh dan taat dengan sistem pembelajaran yang ada. Alhasil kreativitas peserta didik pun mengalami pengkerdilan. Di sini peserta didik dikontruksi secara tekstual, bukan kontekstual.
Berbeda halnya dengan keterlibatan mahasiswa dalam sebuah organisasi. Secara realita organisasi mempunyai sumbangsih yang besar dalam proses perwujudan tujuan pendidikan itu sendiri. Bahkan sang proklamator Bung Karno pun mengakui bahwa organisasi mempunyai andil besar dalam pembentukan karakter dirinya. Tokoh pendidikan Anies Baswedan yang juga Rektor Universitas Paramadina dalam sebuah acara di stasiun TV swasta pun mengungkapkan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam suatu organisasi saat kuliah sangat berperan besar bagi mahasiswa. Gerakan mahasiswa 1965 sampai era reformasi terjadi karena terbangunnya kesadaran kritis mahasiswa melalui organisasi.
Di organisasi inilah mahasiswa mendapat ilmu kehidupan yang justru tidak diperoleh di ruang kuliah. Di organisasi jugalah mahasiswa diajarkan bagaimana dia bisa menjadi manusia yang bertanggung jawab akan tugasnya, komitmen atas sebuah amanah, memiliki relasi sosial yang banyak, mengenal realita secara langsung seperti kegiatan bakti sosial, kepekaan sosial dan terlebih mendapatkan ketrampilan tambahan sebagai modal hidup. Proses pembelajaran dalam organisasi menantang individu untuk dapat mengelolah dirinya, baik secara emosi, sikap, pikiran, kepekaan sosial maupun pengembangan bakat yang dimilikinya. 

Pengembangan potensi dalam organisasi
Untuk mahasiswa yang memiliki sebuah pola pikir visioner. Masa kuliah diartikan juga sebagai latihan mengembangkan minat, bakat, dan belajar mengabdikan apa yang dimiliki untuk masyarakat. Hal ini sesuai dengan Tridharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Sebab berkutik dalam ruang kuliah saja, tidak menjamin akan meningkatkan ketrampilan yang ada didalam diri kita. 
James A. Froude mengatakan, bahwa kita tidak bisa sekadar mendambakan diri menjadi seseorang, tapi kita harus menempa dan mendorong diri kita untuk bisa menjadi seseorang tersebut. Salah satu cara menempa diri itu melalui keikutsertaan dalam kegiatan keorganisasian. Masa kuliah akan terasa monoton bila kita hanya disibukan dalam ruang kelas dan memburu nilai A. Padahal justru masa kuliah adalah proses peningkatan dan pengembangan potensi, serta kemampuan yang ada dalam diri secara maksimal.
Untuk di kampus UNJ sendiri, ada banyak pilihan organisasi kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswaan (Ormawa) ini terbagi menjadi dua yaitu organisasi pemerintahan mahasiswa (Opmawa) yang terdiri dari BEM atau Senat Mahasiswa baik tingkat jurusan, fakultas maupun universitas. Lalu yang kedua organisasi mahasiswa yang berlabel Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Di mana organisasi yang bertempat di gedung G ini banyak menyumbangkan prestasi, baik bagi mahasiswa itu sendiri, maupun untuk kampus pada umumnya. Mereka yang berminat di bidang penalaran atau karya tulis ilmiah maupun penelitian bisa bergabung dengan unit Lembaga Kajian Mahasiswa (LKM) atau Kelompok Peneliti Muda (KPM). Lalu untuk mahasiswa yang senang dengan seni, dapat bergabung di Unit Kesenian Mahasiswa (UKM).
Begitu pun bagi mahasiswa pecinta olahraga dapat bergabung di Unit Kegiatan Olahraga (UKO). Sementara itu, mahasiswa yang ingin melatih mental, fisik, dan rasa nasionalisme bisa bergabung dengan unit Racana Pramuka. Sedangkan bagi mahasiswa yang peduli dengan lingkungan atau alam dan tantangan yang memacu adrenalin, Kelompok Mahasiswa Pecinta Alam Eka Citra (KMPA Eka Citra) dapat menjadi wadahnya. Bagi mahasiswa yang senang dunia bisnis, mahasiswa bisa memanfaatkan Koperasi Mahasiswa (KOPMA) sebagai wadah pembelajaran.
Tidak hanya itu saja, untuk yang berminat dalam bidang kerohanian, mahasiswa dapat bergabung dengan unit Lembaga Dakwah Kampus (LDK), Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK), dan Keluarga Mahasiswa Hindu Budha (KMHB). Di sisi lain, kepedulian sosial diasah melalui Kops Suka Rela Palang Merah Indonesia (KSR PMI UNJ). Bagi mahasiswa yang senang dengan dunia anak-anak, dapat bergabung dalam kegiatan sosial di unit Kelompok Sosial Pecinta Anak (KSPA). Sementara itu, disiplin fisik dan mental dilatih intensif dalam resimen mahasiswa (Menwa). 
Bagi mereka yang berminat dibidang penyiaran atau ingin menjadi penyiar radio, ada juga unit media komunikasi dan penyiaran yaitu Education Radio FM (Era FM). Sedangkan bagi mereka yang suka dibidang pers, mahasiswa dapat bergabung di Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika (LPM Didaktika), yang aktif mengkritik kehidupan kampus melalui tulisan-tulisannya, yang membuat daya kritis mahasiswa terbangun.
Untuk mahasiswa yang gemar dengan dunia fotografi, Kelompok Mahasiswa Pecinta Fotografi (KMPF) dapat menjadi wadah dalam mengaktualisasikan minat dan bakat mahasiswa dalam bidang fotografi. Lalu bagi mahasiswa yang gemar dengan dunia sinematografi atau film, mahasiswa dapat bergabung di unit Sinematografi Mahasiswa dan Televisi (SIGMA TV), di unit ini mahasiswa mendapatkan ketrampilan dibidang ke sinematografian seperti, pengetahuan tentang kesutradaraan, penulisan skenario, kamera, penataan lampu, artistik, dan ketrampilan menjadi editor film.
Organisasi yang telah disebutkan di atas merupakan konteks organisasi legal yang ada di UNJ. Tentu masih banyak organisasi ekstra yang lainnya, seperti HMI, KAMMI, GMNI, PMKRI dan masih banyak lagi. Entah itu yang bersifat profit, sosial, keagamaan maupun politis.

Mengukir prestasi dalam berorganisasi
Secara reguler, kepiawaian penggiat organisasi ini diuji dalam berbagai kompetisi antarkampus, mulai dari Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS), Festival Film Penyutradaraan (FFP), Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas), hingga Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) serta ajang lomba mahasiswa lainnya. Jadi mahasiswa tidak cuma jago kandang, tapi juga siap beradu kepiawaian. 
Misalnya saja, dalam ajang PIMNAS ke- 22 tahun 2009 di Universitas Brawijaya Malang, perwakilan mahasiswa dari Unit Lembaga Kajian Mahasiswa(LKM), berhasil menjadi juara kedua pada lomba Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM), dan juara ketiga pada lomba poster ilmiah, selain itu juga merebut juara kesatu pada lomba PKM Gagasan Tertulis (PKM GT) yang diwakili oleh mahasiswa dari FMIPA. Dari hasil kemenangan itu, akhirnya mengantarkan UNJ pada peringkat ke-7 Universitas terbaik untuk bidang penelitian mahasiswa se-Indonesia. Sedangkan untuk bidang sinematografi, SIGMA TV berhasil meraih juara favorit pada lomba Festival Film Penyutradaraan ke-10 di Institut Kesenian Jakarta. 
Ini hanya contoh kecil dari prestasi yang dihasilkan oleh mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa. Dan tentunya masih banyak lagi prestasi yang dihasilkan dari masing-masing organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa yang ada di gedung G. Hal ini tentu membuktikan bahwa betapa besarnya peran keterlibatan organisasi bagi proses pembentukan karakter, dan kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Selanjutnya tinggal mahasiswa sendiri yang memilih. Apakah menjadi mahasiswa yang hanya bergelut dengan dunia kuliah? Atau menjadi mahasiswa yang bergelut dengan kuliah dan organisasi?

Pendidikan ketrampilan berbasis organisasi
Berdasarkan pembahasan di atas. Maka diperlukan perubahan paradigma proses pembelajaran dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini kurikulum pendidikan pada jenjang pendidikan tidak hanya berorientasi pada bagaimana mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara normatif-tekstual. Akan tetapi kegiatan ekstrakulikuler (aktif organisasi) juga masuk dalam ranah penilaian akademik bahkan prasyarat kelulusan. 
Di mana kegiatan ekstrakulikuler ini menjadi SKS yang wajib diambil oleh mahasiswa selama dia kuliah. Maksudnya adalah bahwa keterlibatan mahasiswa dalam sebuah organisasi menjadi penilaian akademik yang terhitung dalam SKS. Tujuan dari proses pembelajaran ini agar mahasiswa tidak hanya mendapatkan pembelajaran di dalam ruang kuliah saja, tetapi juga mahasiswa memiliki ketrampilan di luar ruang kuliah (baca:organisasi). Entah dia terlibat dalam organisasi yang ada di kampus maupun diluar kampus. Sesuai dengan minat dan bakat mereka masing-masing. 
Hal ini diperlukan karena di era globalisasi masyarakat dituntut memiliki kreativitas dan daya saing yang tinggi. Berdasarkan hasil Human Development Indeks (HDI) UNDP 2007, posisi Indonesia dalam peringkat daya saing bangsa di dunia internasional berada di peringkat 107 dari 177 negara, lebih rendah dari Vietnam di posisi ke-105 (kompas, 5/4/2008). Untuk itulah proses pendidikan harus dapat memberikan ketrampilan kepada peserta didik. Agar nantinya daya kreativitas serta daya saing para lulusan dapat meningkat. 
Secanggih apapun metode pembelajaran dan kurikulum tidak akan bermakna bila di dalam proses pembelajarannya peserta didik tidak merasakan kebebasan mengekspresikan kehendak, minat, bakat, dan daya kreativitasnya. Dan justru proses pembelajaran di organisasi inilah mereka dapat mengekspresikan dirinya. Proses pembelajaran adalah proses kebebasan bukan belenggu takdir kehidupan. 


*Diterbitkan di Koran Transformasi – UNJ. 12 November 2009