Fiksi Sang Pemimpi yang Inspiratif
Oleh:
Syaifudin
Sejatihnya
pendidikan merupakan hak semua orang. Di mana kita ketahui pendidikan menjadi
salah satu media mobilitas kehidupan manusia. Kausalitas inilah yang mendorong
seseorang untuk mengeyam pendidikan. Namun dalam sisi lain tak akan ada
habisnya untuk membicarakan permasalahan dunia pendidikan, khususnya di
Indonesia yang begitu kompleks dengan masalah pendidikan. Dari kualitas
pendidik yang masih diragukan sampai kurikulum yang selalu berubah-ubah dari tahun
1968 sampai yang terakhir yaitu KTSP.
Selain
itu, mahalnya biaya pendidikan membuat pola kesenjangan sosial menjadi
kulminasi dari kompleksitas permasalahan wajah dunia pendidikan di Indonesia.
Gejala-gejala sosial dari dampak itu pun, kini menjadi sorotan yang faktual di
beberapa media massa. Dari seorang ibu yang memelacurkan diri demi membayar
biaya sekolah anaknya sampai ada seorang anak yang bunuh diri karena malu sebab
orang tuanya tidak sanggup membayar biaya sekolahnya.
Ironis
sekali, di mana seharusnya pendidikan adalah hak setiap rakyat Indonesia,
khususnya rakyat miskin. Tetapi kenyataannya tidak semua dari mereka dapat
mengakses hak mereka. Hal ini berkontradiktif dengan amanah yang tercantum
didalam UUD 1945 mengenai Hak setiap rakyat dalam mendapatkan pendidikan. Ini
berarti pemerintah telah melanggar Hak Asasi Manusia dalam mendapatkan
pendidikan.
Memanifestasikan
mimpi melalui pantang menyerah dan ketulusan “ Sang Pemimpi “
Berdasarkan
prolog singkat di atas, ternyata hal ini menjadi inspirasi bagi Andrea Hirata
dalam menulis sebuah buku yang inspiratif. Mengenai sebuah mimpi dan harapan
dari anak negeri tentang perjuangan hidup melalui pendidikan. Ya, buku yang
sangat menginspirasi ini diberi judul "Sang Pemimpi". Sesuai
judulnya, buku ini memang menceritakan catatan perjalanan para perajut mimpi
dari tanah Belitong. Kita ketahui buku Sang Pemimpi merupakan buku kedua dari
Tetralogi Laskar Pelangi yang ditulis oleh Andrea Hirata. Menurut Ical nama
panggilan Andrea Hirata, buku Sang Pemimpi ini menyiratkan sisi inspiratif
edukatif. Hal inilah yang ingin disajikan Ical kepada para pembaca karyanya.
Agar
kisah tidak monoton Ical memberikan balutan kisah asmara yang cukup menghibur
dan kisah motivasi yang diperankan oleh sosok Arai yang pantang menyerah.
Sementara kisah humor dihadirkan dalam sosok Jimbron yang lemah, lugu, unik dan
penuh solidaritas. Sedangkan untuk tokoh utama kisah Sang Pemimpi ini yaitu
Ikal. Dalam diri Ikal digambarkan sosok karakter yang manusiawi, pemuda yang berusaha
untuk survive dan pantang menyerah serta jiwa sosial yang tinggi. Hal ini
dimanivestasikan dalam tindakan Ikal yang senang membantu teman-temannya.
Melalui
novelnya ini, Ical mendeskripsikan sebuah kontruksi sosial pendidikan yang
pantang menyerah. Novel ini menisbikan keterbatasan diri dalam menggapai mimpi
melalui pendidikan. Di mana dalam dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, semua
itu perlu usaha keras dan ketulusan hati. Hal ini digambarkan pada setiap alur
cerita kehidupan para tokoh dalam novel ini.
Misalnya
saja ucapan ambisius yang dikatakan oleh Ikal “ cita-cita kami adalah kami
ingin sekolah ke Prancis! Ingin menginjakan kaki di altar suci almamater
Sorbonne, ingin menjelajah Eropa sampai ke Afrika. Walaupun mengingat keadaan
kami yang amat terbatas..” atau ucapan Arai kepada Ikal"..mungkin setelah
tamat SMA kita hanya akan mendulang timah atau menjadi kuli, tapi di sini Kal,
di sekolah ini, kita tak akan pernah mendahului nasib kita!".
Sepenggal
kutipan tersebut memberi sebuah sugesti optimisme atas segala kekurangan,
kelemahan, dan keraguan yang secara naluriah membunuh anak manusia yang meretas
cita-cita. Sepenggal kalimat inspiratif bagi kalangan pelajar, mahasiswa dan
generasi bangsa yang terasing di persimpangan jalan dalam menggapai impian dan
masa depan. Di sini Ikal, Arai dan Jimbron dengan segala kekurangannya mampu
bertahan dalam keteguhannya dan tidak mengenal menyerah dalam menjalani kerikil
kehidupan. Inilah yang ingin dikontruksi Ical dalam buku keduanya tersebut.
Korelasi
Sang Pemimpi yang dirajut Ical dalam sebuah kalimat tidak hanya mencoba
mengantarkan kita untuk mengenal tanah Belitong. Tetapi juga memahami sebuah
kisah kehidupan anak melayu pulau yang memaknai kesengsaraan dalam meraih
mimpi-mimpinya. Secara implisit kisah ini menceritakan perjuangan anak manusia
dalam mengeyam pendidikan. Di mana kita ketahui dengan keterbatasan ekonomi
yang diperankan tokoh, membuat akses mereka dalam mengeyam pendidikan agak
sedikit menghadapi hambatan. Namun berkat keyakinan dan perjuangan yang keras,
akhirnya mereka dapat meraih mimpi untuk dapat belajar sampai perguruan tinggi.
Jika
kita membahasakan cerita ini dalam kehidupan nyata kita di jaman sekarang ini.
Memang pendidikan teramat sulit di akses bagi mereka yang mengalami kendala
dalam hal biaya. Apalagi biaya pendidikan sekarang ini melambung tinggi.
Stratifikasi sekolah menjadi simbol dari status sosial yang kadang
diskriminatif. Melalui cerita Sang pemimpi inilah Ical mendeskripsikan dunia
pendidikan kita yang kini telah berasimilasi dengan dunia kapitalisme.
Pendidikan yang sejatihnya tidak bermata kini bermata. Sehingga pendidikan kini
memilih orang yang bisa menyenangkan dirinya melalui tingkat kemampuan
membayar. Tragis.
Sang
pemimpi ditulis dengan sudut pandang yang variatif. Sehingga pembaca dapat
bersatu padu berimajinasi dalam dunia buku ini. Di mana kesan humor sampai
nilai filosofis menjadi tali pengikat emosional pembaca yang kemudian
diresonansikan. Sang pemimpi lahir sebagai sebuah refleksi dari perjuangan
hidup manusia yang terbelit kemiskinan dan cita-cita yang gagah berani.
Optimisme dan
kesederhanaan dibalik tokoh “ Sang Pemimpi “
Kehidupan
tidak terlepas dari rutinitas masalah yang menghadang. Sejatihnya pemenang
adalah orang yang bisa memenangkan pertarungan hati untuk mengalahkan segala
hasrat egoisme. Di sinilah Ical ingin menyampaikan dalam bahasa satra yang
indah melalui sebuah alur cerita yang inspiratif. Sang Pemimpi yang dikisahkan
Ical dalam rajutan kalimat sastra nan indah, memang sangat menyentuh
nilai-nilai kehidupan.
Sosok
peran yang dikisahkan dalam buku Sang Pemimpi ini mencoba mengantarkan pembaca
kepada alam pikir penulis. Misalnya saja Arai, dia digambarkan sebagai sosok
seniman kehidupan yang pandai membuat momen-momen terindah untuk dipersembahkan
bagi kehidupan yang penuh misteri ini. Di mana dengan bijak, Arai nekat memecah
celengan, melesat menerobos pasar dengan sepeda untuk membeli sekarung gandum
untuk dipersembahkan kepada Maryamah yang kekurangan beras demi keperluan
sehari-harinya. Baik hati sekali Arai.
Ada
cerita haru lagi dari rangkaian cerita Sang Pemimpi. Di mana saat Arai melihat
Jimbron yang menderita gejala obsesif-impulsif pada seekor kuda. Maka dengan
sifat solidaritasnya Arai berhasil mempersembahkan kuda putih Pangeran Raja
Brana ke hadapan Jimbron yang senang kuda. Sebaliknya Jimbron yang gagap dan
selalu dapat urutan ranking di atas angka 100, justru mempersembahkan 2
celengan kuda sumbawa dan kuda sandel untuk kedua sahabatnya yang dia
menganggap lebih punya banyak kesempatan untuk menimba ilmu diluar pulau
Belitong. ”Kalian lebih pintar, lebih punya kesempatan untuk sekolah lagi,
kalian berangkat saja ke Jawa. Pakailah uang itu, kejarlah cita-cita……..”.
Ucapan Jimbron sangat mengharukan dan menembus nilai-nilai suci sebuah
persahabatan yang tulus ikhlas. Hingga membuat pembaca terjun dari nilai
individualitas ke jurang egaliter persahabatan. Berkat ketulusan Jimbron,
akhirnya Arai dan Ikal berhasil mewujudkan mimpi untuk belajar di Universitas
Sorbonne Perancis, dan keliling Eropa hingga Afrika.
Sang
Pemimpi tidak hanya mencoba mengantarkan kita pada dunia humoritas yang
melankolis belaka dan kisah cinta yang puitis. Tetapi juga mendalami makna
keterbatasan yang dapat menembus dunia harapan yang ilusinatif menjadi nyata.
Ya, Sang Pemimpi kisah perjuangan hidup anak manusia dalam menggapai harapan
ditengah keterbatan hidup.
Dimensi
kemanusiaan “ Sang Pemimpi “
Sang
Pemimpi mencoba mengajak pembaca pada sebuah dimensi kemanusiaan dan
kesederhanaan. Hal ini dibuktikan saat bertemu langsung dengan sang penulis
Andrea Hirata pada acara diskusi bukunya dengan tema “ Mengarungi Mimpi Bersama
Laskar Pelangi ”. Bertempat di Toko Buku Gramedia Matraman, terlihat sang inspirator
dan motivator serta seniman kalimat ini mencitrakan sosok yang amat sangat
sederhana, pendiam, santun, bahkan cenderung introvert. Di sela-sela
pembicaraan, Ical semakin khawatir, kalau-kalau dia tak kuasa terseret
popularitas bak selebriti, dan hanyut oleh arus besar yang bernama ”pasar.” Di
mana nantinya seniman kata-kata itu tak lagi bisa melahirkan gurindam
mimpi-mimpi anak-anak Balitong.
Dipertemuan
yang singkat itu, Ical mengungkapkan kesenangannya terhadap karyanya yang
dinilai inspiratif. Namun Ical akan berhenti menulis apabila ternyata karyanya
itu terlalu dipuja. Sebab, dasar Ical menulis bukanlah mengejar ketenaran
tetapi lebih memaknai nilai-nilai filosofis dan kemanusiaan dalam setiap
karyanya. Maka tidak heran, sebagian hasil royalti yang didapat dari hasil
penjualan bukunya disumbangkan untuk kegiatan sosial. Di sini terlihat
nilai-nilai kemanusian dan kesederhanaan yang ada dalam diri penulis Sang
Pemimpi yang diimajinasikan dalam setiap karya sastranya.
Dibalik
sosok karakter penulis, Sang Pemimpi buku kedua dari tetralogi Laskar Pelangi
ini ingin mengangkat sebuah kesucian nilai persahabatan sebagai anugerah
terindah dalam hidup, dan tentu saja itu adalah mimpi Ikal, Arai dan Jimbron
sebagai anak-anak asuhan alam yang merindukan kebebasan dari belenggu hidup
yang semakin berat di pulau Belitong.
Kalimat yang
membius dari “ Sang Pemimpi “
Sang
Pemimpi yang fiksi ternyata mampu menjadi sastra yang terasa hidup.
Kalimat-kalimat metafor terasa membius emosional pembaca untuk dapat memahami
alur cerita dan refleksi diri terhadap esensi nilai kemanusiaan dan keadilan.
Hal ini tidak terlepas dari ketulusan penulis dalam menggoreskan pikiran
imajinatif inspiratifnya dalam buku Sang Pemimpi. Kemampuan Ical dalam
merangkai kalimat tidak diragukan lagi. Sehingga kalimat yang ada dalam buku
ini asyik untuk dibaca dan penuh inspiratif kalimat.
Selain
itu, penganalogian yang digunakan Ical dalam Sang Pemimpi sangat menarik.
Misalnya pembicaraan masalah orang yang tersambar petir, Ical menganalogikan
dalam kalimat “..dan di atas daun kelapa itulah sang korban dipanggang seperti
barbeque..” atau kabar tentang seorang pencari nira yang tersambar petir yang
kemudian kabar itu didengar oleh Jimbron, “..tubuh Jimbron mendadak sontak
menjadi kayu..”. Penganalogian yang menarik ditulis oleh Ical dalam novelnya
tersebut.
Ical
terasa bebas dalam merangkai kata demi kata, tidak terpenjara oleh diksi. Hal
ini juga yang dilakukan oleh Sutarji Chalzoum Bachri dalam setiap karyanya. Di
mana seorang penulis sastra harus mampu keluar dari belenggu diksi-diksi yang
terkadang indah namun justru tidak bermakna. Meramu kata demi kata hingga
menjadi kalimat yang bermakna tidaklah mudah. Namun hal itu tidak terjadi pada
Ical. Melalui Sang Pemimpi, Ical membuktikan kemahirannya sebagai maestro
sastra yang pandai meramu kata. Dengan efek analogi bahasa yang bermakna
membuat Sang Pemimpi menjadi karya sastra inspiratif.
Komparasi
Sang Pemimpi sebagai kisah lanjutan dari Laskar Pelangi
Sang
Pemimpi lahir sebagai lanjutan kisah dari buku pertama Hirata yaitu Laskar
Pelangi. Di mana cerita ini dimulai pada sebuah desa kecil yaitu desa Gantung,
Kabupaten Gantung, Belitong Timur. Awal cerita ini dimulai ketika sekolah
Muhammadiyah terancam akan dibubarkan oleh pemerintah setempat jika tidak
mendapatkan siswa minimal 10 orang. Pada saat kepala sekolah ingin memberikan
pidato pembubaran sekolah karena sekolah itu hanya mendapatkan 9 orang murid,
tiba-tiba ada seorang anak lagi yang bernama Harun yang mendaftarkan diri
disekolah tersebut.
Mulai
dari sanalah mereka semua berteman akrab. Dari mulai penempatan tempat duduk,
bertemu dengan pak Harfan, perkenalan mereka dengan A Kiong, dan masih banyak
lagi cerita yang lainnya. Laskar pelangi adalah nama yang diberikan oleh Bu
Muslimah yang terinspirasi dari kesenangan mereka dengan pelangi. Laskar
pelangi juga sempat mengharumkan nama sekolah mereka dengan berbagai cara salah
satunya adalah pembalasan dendam Mahar yang selalu dipojokan teman-temannya karna
menyukai okultisme, tapi pada saat ada lomba karnaval 17 agustusan ia membuat
kemenangan manis karna menyukai okultisme. Lalu kejeniusan Lintang yang
memenangkan lomba cerdas cermat. Kisah sepuluh kawan ini berakhir dengan
kematian ayahnya Lintang. Hingga akhirnya Lintang putus sekolah karena sudah
tidak ada lagi orang tuanya yang membiayai sekolah Lintang dan Lintang memilih
untuk bekerja demi menghidupi adik-adiknya.
Buku
Laskar Pelangi ini sangat menarik untuk dibaca oleh semua kalangan baik muda, tua
ataupun anak-anak. Buku yang mengkisahkan semangat untuk menuntun ilmu ini
sangat memotifasi bagi pembaca. Sebab kerja keras untuk menjadi pandai walaupun
mereka bersekolah disekolah miskin dan serba kekurangan yang dilakukan oleh
para tokoh dalam cerita ini sangat inspiratif. Hal inilah yang ingin
disampaikan juga oleh Hirata dalam buku keduanya Sang Pemimpi. Sebuah kisah
yang bernilai hiburan dan edukatif melalui penggambaran alur cerita yang
diperankan oleh para tokoh yang memiliki karakter berbeda satu sama lain. Sang
Pemimpi novel yang menggugah perjuangan hidup manusia dari segala keterbatasan.
Berawal dari mimpi yang kemudian dengan usaha kerja keras hingga akhirnya dapat
mewujudkan mimpi-mimpi tersebut.