Cyberspcace Simbol Eksistensi Masyarakat Kota
( Studi Kasus : Pengguna Facebook Pada Anggota Komunitas Sinematografi Mahasiswa Televisi, Universitas Negeri Jakarta – Sigma TV UNJ )
Oleh : Syaifudin
( Studi Kasus : Pengguna Facebook Pada Anggota Komunitas Sinematografi Mahasiswa Televisi, Universitas Negeri Jakarta – Sigma TV UNJ )
Oleh : Syaifudin
Pendahuluan
Di tengah peradaban zaman yang kian hari semakin berkembang, yang menjadi indikator dari resistensi teori evolusi ala darwinisme. George Ritzer,mengatakan bahwa manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Lain halnya dengan Anthony Giddens, dia mengatakan manusia adalah subjek yang aktif dan kreatif. Untuk itu seiring perkembangan zaman, masyarakat kota telah mereproduksi berbagai bentuk aktivitas kegiatannya. Aktivitas ini dikemas dalam bentuk instanisasi dan digitalisasi. Ruang interaksi kini tanpa batas, tidak mengenal jarak bahkan nilai dan norma yang sudah mengakar dalam kebudayaan, khususnya Indonesia. Realitas-realitas sosial budaya yang ada di dunia nyata kini mendapatkan tandingan-tandingannya. realitas sejatih kini berubah menjadi realitas yang bersifat artifisial atau posrealitas. Yasraf Amir Piliang menyebutkan, bahwa saat ini masyarakat global tengah memasuki sebuah dunia baru. Di mana di dalamnya apapun yang dilakukan di dunia nyata semuanya dapat dilakukan¬¬ dengan tingkat pengalaman yang sama di dalam jagat raya maya. Manusia tidak lagi akrab bergaul dengan lingkungan nyata, tetapi diselimuti dengan realitas virtual.
Realitas virtual ini sedikit demi sedikit mencoba merasuki ruang sosial nyata manusia, khususnya masyarakat kota. Secara simultan masyarakat kota terhipnotis dengan ruang virtual ini. Dalam buku Neuromencer, Williem Gipson seorang novelis fiksi menyebut ruang virtual ini dengan nama cyberspace. Term cyberspace diperkenalkan tahun 1984 sebelumnya cyberspace disebut sebagai the Net, the Web, the Cloud, the Matrix, the Metaverse, the Datasphere, the electronic frontier, the Information Superhighway. Williem Gipson menjelaskan bahwa cyberspace adalah suatu halusinasi yang dialami oleh jutaan orang setiap hari. Di mana cyberspace menawarkan manusia untuk hidup dalam dunia alternatif, yang lebih menyenangkan dari pada kesenangan yang ada, dan lebih fantastis dari pada fantasi yang ada.
Sedangkan menurut Yasraf Amir Piliang, cyberspace pada hakikatnya adalah dunia citra, akan tetapi citra dalam pengertian khusus, yaitu yang terbentuk oleh data-data digital, yang memungkinkan setiap orang tidak hanya dapat melihat seperti sebuah foto atau lukisan, akan tetapi dapat masuk, dapat hidup, dapat berinteraksi dengan data tersebut. Sebagai sebuah dunia image yang interaktif—yang di dalamnya setiap orang dapat mendefinisikan, menciptakan, merubah, memodifikasi sebuah image, sehingga dapat menjadi sempurna atau ideal, maka cyberspace sesunggunya merupakan sebuah ruang yang di dalamnya berbagai bentuk fantasi dapat direalisasikan, yaitu dialami seakan-akan sebagai sebuah realitas.
Cyberspace bukan sebuah representasi dari realitas, namun simulasi-simulasi dari realitas yang hiperealitas. Bagi Baudrillard, hiperealitas merupakan produk sejatih dari simulasi. Dalam pengertian simulasi di sini, Baudrillard menjelaskan konsep simulasi dalam bukunya Simulation, yaitu bahwa simulasi sebagai penciptaan model-model realitas, yang tidak ada referensinya pada realitas: hyper-real. Dari pengertian itu, penulis mencoba menganalis konsep simulasi di sini sebagai sebuah proses imagologi penciptaan atas model realitas itu sendiri. Sedangkan hiperalitas di sini sendiri sebagai produk dari proses penciptaan model realitas. Salah satu hiperealitas dalam dunia cyberspace ini yaitu fenomena facebook pada masyarakat kota. Facebook merupakan media massa yang digunakan masyarakat kota dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara maya. Facebook adalah produk dari proses penciptaan model realitas komunikasi, dan interaksi masyarakat dalam dunia nyata. Baudrillard berpendapat bahwa media massa telah mendominasi dan menggeneralisasi proses simulasi.
Facebook sendiri diluncurkan pertama kali pada tanggal 4 Februari 2004 oleh Mark Zuckerberg sebagai media untuk saling mengenal bagi para mahasiswa Harvard. Karena bentuknya yang begitu dinamis, tanpa batas, dan dialogis digital, membuat masyarakat tersugesti untuk mengalihkan ruang nyata ke dalam bentuk yang lebih efisien dan efektif. Facebook secara bertahap menunjukan eksistensi hegemoninya pada dunia maya. Dalam tulisan ini, penulis mencoba mengulas permasalahan cyberspace. Di mana cyberspace ini tercitrakan dalam jejaring sosial digital yang bernama facebook. Facebook kini menjadi candu masyarakat kota yang telah memasuki fase teknologisasi komputer. Facebook kini ibarat ruang baru masyarakat kota dalam melakukan aktivitas berkomunikasi sehari-hari. Hal inilah yang menarik untuk diulas dalam kajian Sosiologi Perkotaan. Bahwa simbol kota tidak hanya berupa fisik semata, tetapi juga perkembangan teknologi yang bersifat non-fisik yaitu cyberspace sebagai simbol masyarakat kota.
Berangkat dari pernyataan di atas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih mendalam dari fenomena perkembangan cyberspace facebook. Dalam penelitian tentang cyberspace facebook ini, penulis akan mengambil sampel penelitian pada anggota komunitas Sinematografi Mahasiswa yang ada di Universitas Negeri Jakarta. Komunitas itu bernama Sigma TV atau Sinematografi Mahasiswa Televisi. Berdasarkan pengamatan penulis, para anggota komunitas ini merupakan salah satu pengguna cyberspace facebook. Di mana mayoritas anggotanya memanfaatkan cyberspace facebook ini sebagai media komunikasi virtual mereka. Menurut mereka cyberspace facebook merupakan kebutuhan terpenting dalam melakukan komunikasi jarak jauh. Sedangkan untuk penelitian di sini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dan kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristiwa. Penelitian kualitatif memerlukan ketajaman analisis, objektivitas, sistematik, sehingga diperoleh ketetapan dalam interpretasi.
Gambaran Umum Komunitas Sinematografi Mahasiswa Televisi ( Sigma TV)
Historis Komunitas Sinematografi Mahasiswa Televisi (Sigma TV)
Sigma TV adalah komunitas audio visual dan sinematografi di Universitas Negeri Jakarta. Awal mulanya Sigma TV merupakan komunitas yang didirikan oleh beberapa kalangan mahasiswa dari Jurusan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan yang berminat dibidang audio visual dan sinematografi. Awal mula kegiatan yang dilakukan Sigma TV sebagai panitia dokumentasi kegiatan Pekan Ilmiah Nasional ke-13 pada tahun 1998. Selain itu, Sigma TV pada tahun 1998 merupakan komunitas peliputan gerakan mahasiswa pada masa itu. Karena komunitas ini semakin berkembang dan diminati oleh kalangan mahasiswa dari luar Jurusan Teknologi Pendidikan. Maka pada tanggal 27 Januari 1999 Sigma TV terbentuk sebagai komunitas audio visual dan sinematografi di Universitas Negeri Jakarta.
Permulaan berdirinya Sigma TV adalah sebatas komunitas biasa yang ada di Universitas Negeri Jakarta. Kemudian seiring perkembangan komunitas Sigma TV ini, akhirnya pada tahun 2002, Sigma TV mendapatkan legalitas sah sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas Negeri Jakarta. Legalitas ini tertuang dalam SK Rektor No. 71/SP/2002. Dengan keluarnya SK Rektor tersebut membuat Sigma TV memiliki hak yang lebih daripada sebelum mendapatkan SK tersebut. Hak tersebut berupa pendanaan pengembangan keorganisasian dari pihak kampus dan penyediaan peralatan yang dibutuhkan. Adapun Visi, Misi dan Tujuan didirikannya komunitas Sigma TV ini sebagai berikut :
Visi Komunitas Sigma TV :
Menjadi wahana pendidikan sumber daya mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, yang menguasai bidang audiovisual dan sinematografi.
Misi Komunitas Sigma TV:
1. Berperan serta dalam pengembangan budaya bangsa melalui pemanfaatan media audio visual dengan mengelola program pembelajaran, informasi dan dokumentasi ke dalam media audio visual.
2. Menyediakan mahasiswa yang mahir dalam bidang audio visual dengan merencanakan, melaksanakan dan mengikuti pelatihan atau workshop audio visual untuk meningkatkan keterampilan (skill) dan kinerja mahasiswa.
Tujuan Komunitas Sigma TV:
1. Mengembangkan sumberdaya manusia yang kreatif, inovatif dan dinamis dalam bidang audiovisual dan sinematografi.
2. Memacu kreatifitas mahasiswa dari masing-masing jurusan maupun fakultas untuk turut andil dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui media audio visual.
Dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2005, sekretariatan komunitas Sigma TV ini masih bersifat nomaden, yaitu belum memiliki tempat yang permanen. Mereka menggunakan pendopo-pendopo yang ada di kampus sebagai tempat sementara untuk berkumpul dan berdiskusi tentang film-film maupun peliputan kegiatan atau peristiwa. Selain pendopo, kantor Humas Universitas Negeri Jakarta menjadi sekretariat sementara dalam memproduksi karya film pendek maupun peliputan. Namun pada tahun 2006, akhirnya Komunitas Sigma TV ini mendapatkan sekretaritan tetap di Gedung G, lantai III No. 302, Kampus A, Universitas Negeri Jakarta.
Kegiatan Komunitas Sigma TV ini, tidak hanya berupa peliputan kegiatan, pembuatan film-film pendek, kunjungan ke berbagai stasiun televisi dan rumah produksi, tetapi juga komunitas Sigma TV ini mengadakan kegiatan kajian film-film. Salah satu contohnya seperti kegiatan kajian film “ Perempuan Punya Cerita “ pada tahun 2008. Di mana dalam kajian ini komunitas Sigma TV mengundang Nia Dinata, sebagai sutradara film ini, dan aktivis perempuan Ratna Sarumpaet. Komunitas Sigma TV juga menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai komunitas sinematografi serupa yang ada di Jakarta, seperti komunitas film Konfiden, Institut Kesenian Jakarta dan rumah produksi Palm.
Komunitas Sigma TV membidangi berbagai minat yang berhubungan dengan sinematografi, antara lain : bidang penyutradaraan, kameraman, penulis skenario, peñata artistik, peñata lampu, dan lain sebagainya. Komunitas Sigma TV sendiri sudah menghasilkan banyak berbagai macam karya film-film pendek, antara lain :
1. Tidur Ramadhan (2002)
2. Hidup Ini Indah (2005)
3. Genk (2006)
4. Ablay(2006)
5. UNJ ( Universitas Nyari Jodoh) (2006)
6. Pengabdianku Pada Kebenaran(2007)
7. Gitar (2007)
8. Culun as the winner (2007)
9. Air Dingin (2008)
10. Eneng ga gila (2008)
11. Panco (2008)
12. Dont be late (2008)
13. Gado gado (2008)
14. Hi hi hi (2008)
15. Good morning montie (2008)
16. Don’t try it (2008)
17. Ngigo (2008)
18. Juki n Green Alert (2008)
19. Biji (2008)
20. Koin (2008)
21. Award (2009)
22. Nyontek (2009)
23. Botol (2009)
24. Pemilu (2009)
25. Jembatan (2009)
26. Aduh (2009)
27. Badan Hukum Pendidikan (2009)
28. Dan lain sebagainya.
Untuk anggota komunitas Sigma TV ini, terbagi menjadi dua bagian anggota aktif dan pasif. Di mana anggota yang aktif pada tahun ini tercatat berjumlah 57 orang, sedangkan anggota pasif lebih dari 300 orang.
Cyberspace Simbol Pencitraan Masyarakat Kota
Perkembangan teknologi informasi yang dimulai dari penemuan sistem percetakan oleh Johannes Guttenberg pada tahun 1450. Akhirnya, pada tahun 1455 di Mainz, Jerman, Guttenberg menciptakan sebuah mesin cetak untuk pertama kalinya di dunia. Dalam rentang ribuan tahun ini, setidaknya revolusi teknologi yang dimulai oleh Guttenberg telah menandai permulaan perkembangan teknologi informasi hingga kini. Ini terlihat dari progresif laju invensi-invensi teknologi di bidang informasi dan komunikasi. Tanpa sadar kini perkembangan teknologi informasi itu telah terdistribusi secara global dan melampaui sekat nilai dan norma tradisional masyarakat.
Membahas masalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, tentu tidak terlepas dari konteks globalisasi. Globalisasi sebagai alat transfortasi dari hasil perkembangan teknologi informasi dan komunikasi antara setiap orang di dunia yang secara radikal lalu lintas pesan, interaksi, peristiwa dan gagasan dapat lebih cepat tersampaikan. Perkawinan antara teknologi komputer dan internet berhasil menciptakan sebuah dunia maya di mana lautan informasi, data, maupun pengetahuan dengan mudah dapat diakses. Selain itu penciptaan ruang interaksi sosial budaya pun dapat dilakukan di dunia maya ini. Apalagi sumber informasi merupakan aset berharga bagi masyarakat kota, tak terkecuali masyarakat desa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Alvin Toffler, bahwa dunia kini abad informasi, di mana bukan lagi tanah, modal, dan mesin-mesin industry yang menjadi sumber utama proses produksi, melainkan semua pengetahuan yang mencakup informasi, data, gambar, simbol, budaya, ideologi dan nilai.
Internet dalam konteks dunia nyata, telah memungkinkan penjelajahan aktivitas manusia dalam dunia maya. Di mana dunia maya ini telah merobohkan dinding-dinding pembatas politis, teritorial, dan religi. Dunia nyata manusia yang begitu luas disulap menjadi sempit dalam dunia maya. Marshall McLuhan dalam Understanding Media menggambarkan dunia masa depan dengan menganalogikan ibarat kampung global, di mana masyarakat dalam melakukan aktivitasnya dibentuk oleh teknologi internet di dunia yang semakin mengerucut mengecil. Maksudnya, setiap aktivitas manusia nyaris tak terbatasi oleh ruang, waktu dan jarak.
Jejaring teknologi global dalam cyberspace telah mewujudkan hasrat berkuasa manusia modern untuk menggenggam dunia. Melalui cyberspace ini manusia dapat bertukar pikiran lewat chatting, bertemu dan bertatap muka dengan teknologi teleconference. Kemudian mengakses berbagai macam data, informasi, pengetahuan dengan world wide web, bahkan mengakses koleksi foto-foto bugil artis mancanegara sekalipun. Selain itu cyberspace juga digunakan sebagai ruang seks virtual di dunia maya atau cybersex. Cyberspace juga menawarkan berbagai macam hal yang tidak mungkin dilakukan dalam realitas nyata manusia. Dalam konteks ini, cyberspace bertindak mengantikan posisi aktivitas manusia yang terhambat oleh ruang fisik, geografis dan waktu.
Hambatan terhadap ruang fisik dan waktu dipercaya menjadi salah satu sumber energi bagi dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan perdaban manusia. Dari hal inilah muncul inovasi-inovasi baru yang bersifat instan dan digital yang tercermin dalam cyberspace. Oleh karena itu Daniel Bell, dalam bukunya The Cultural Contradictions of Capitalism, mengatakan bahwa beberapa varian gerakan dalam modernisme mengantarkan manusia kepada konsepsi dan logika yang lain terhadap ruang dan waktu. Bagi David Harvey seorang geographer Marxis, bahwa konsepsi ruang dan waktu tidak mungkin dipandang secara objektif, lepas dari proses-proses material, melainkan memahami akibat-akibat yang timbul dalam kehidupan sosial manusia sebagai hasil proses dan praktik material.
Menurut hemat penulis, berbicara mengenai ruang dan waktu, justru diskursus ini merupakan salah satu yang menjadi ilham dari lahirnya sebuah perkembangan inovasi aktivitas manusia yang tanpa batas. Sedangkan menurut David Harvey dalam flexible accumulation, menyatakan bahwa inovasi teknologi adalah hal yang utama dalam rangka menjawab permasalahan efisiensi. Namun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini telah menciptakan manusia sebagai mesin hasrat (desiring machine) yang dikonsepkan oleh Deleuze dan Guattari dalam teori psikoanalisisnya. Di mana mekanisme psikis mereproduksi hasrat yang membuat manusia ingin selalu menginginkan sesuatu yang lain. Dan hal ini dinikmati secara ambisius oleh masyarakat kota. Segregasi antara masyarakat kota dan desa dicitrakan dalam bentuk aktivitas virtual. Cyberspace dipersepsikan oleh masyarakat kota sebagai bentuk kemajuan peradaban. Dalam hal ini William E. Halal, mengatakan bahwa masyarakat informasi (modern) memiliki karakteristik menarik, yaitu mengalir secara dinamis, dan kehidupan masyarakat yang saling terhubung di seluruh dunia.
Hegemoni Facebook Dalam Dunia Nyata Manusia
Sebelum masyarakat modern mengenal facebook, terlebih dahulu masyarakat mengenal chatting dan friendster sebagai media interaksi dan komunikasi alternatif yang tanpa batas. Berangkat dari kekurangan yang ada dalam dua media tersebut. Ternyata menjadi inspirasi bagi Mark Zuckerberg seorang mahasiswa universitas Harvard. Di mana Mark Zuckerberg berhasil menciptakan sebuah media cyberspace yang bisa dilakukan di dalam chatting dan friendster, cyberspace itu bernama facebook. Facebook awalnya adalah situs web jaringan sosial. Kemudian facebook pertama kali di launching tanggal 4 Februari 2004. Awalnya situs web jaringan sosial ini diciptakan sebagai media interaksi sosial dan komunikasi bagi para mahasiswa Harvard. Selang waktu dua minggu kemudian setelah diluncurkan, separuh dari semua mahasiswa Harvard telah mendaftar dan memiliki account di facebook. Karena kelebihannya itu, beberapa kampus lain di sekitar Harvard pun meminta untuk dimasukkan dalam jaringan facebook. Seiring berkembangnya hasil inovasinya ini, Zuckerberg pun akhirnya meminta bantuan dua temannya Dustin Moskovitz dan Chris Hughes untuk membantu mengembangkan facebook demi memenuhi permintaan kampus-kampus lain untuk bergabung dalam jaringannya. Selama 4 bulan, terhitung sejak diluncurkannya, facebook telah berhasil merangkul 30 kampus dalam jaringannya.
Kesuksesan facebook, membuat Zuckerberg beserta dua orang temannya memutuskan untuk pindah ke Palo Alto dan menyewa apartemen di sana. Setelah beberapa minggu di Palo Alto, Zuckerberg berhasil bertemu dengan Sean Parker dan dari hasil pertemuan tersebut Parker pun setuju untuk bekerja sama mengembangkan facebook. Tidak lama setelah itu, Parker berhasil mendapatkan investor pertamanya yaitu Peter Thiel. Karena Thiel melihat prospek facebook ini begitu menjanjikan, akhirnya Thiel menginvestasikan 500 ribu US Dollar untuk pengembangan facebook. Prediksi Thiel tidak meleset, di mana jumlah account di facebook terus melonjak, hal ini kemudian menarik minat friendster pada pertengahan 2004 untuk mengajukan tawaran kepada Zuckerberg untuk membeli facebook seharga 10 juta US Dollar, tetapi ternyata tawaran ini ditolak oleh Zuckerberg. Penolakan yang dilakukan Zuckerberg sama sekali tidak membuatnya menyesal, sebab tidak lama setelah itu, ternyata facebook menerima sokongan dana lagi sebesar 12.7 juta US Dollar dari Accel Partners. Sokongan dari Accel Partners menjadi pendobrak berbagai investor untuk menginvestasikan dananya untuk pengembangan facebook.
Menurut Peter Thiel, pendapatan situs ini pada 2015 nanti bisa mencapai US$ 1 miliar. Pada saat itu, nilai perusahaan pun bakal ikut meroket menjadi sekitar US$ 8 miliar. Berbagai macam tawaran yang menggiurkan, ternyata tidak membuat Zuckerberg terjerumus dalam dunia materialisme. Hal ini terlihat dari sikapnya yang menolak tawaran dari Friendster seharga 10 juta US Dollar, serta menolak tawaran dari Viacom yang ingin membeli Facebook seharga 750 juta US Dollar, dan tawaran dari Yahoo yang ingin membeli facebook seharga 1 milyar US Dollar. Bahkan Bill Gates pun ingin membeli seluruh saham facebook, namun Bill Gates pada Oktober 2007 hanya dapat membeli 1,6% saham facebook seharga US$ 240 juta. Pasalnya, Zuckerberg tidak berniat menjual semua saham facebook sekaligus, karena Zuckerberg ingin facebook tetap independen.
Mengguritanya facebook membuat ekspansi jaringan semakin luas. Di mana pada September 2005 facebook tidak lagi membatasi jaringannya hanya untuk mahasiswa. Melainkan membuka jaringannya untuk para siswa SMU dan para pekerja kantoran. Dan akhirnya pada September 2006 Facebook membuka pendaftaran untuk siapa saja yang memiliki alamat e-mail untuk bergabung dalam dunia cyberspace ini. Tidak ada situs jejaring sosial lain yang mampu menandingi daya tarik facebook terhadap user. Pada tahun 2007, terdapat penambahan 200 ribu account baru perharinya. Lebih dari 25 juta user aktif menggunakan facebook setiap harinya. Rata-rata user menghabiskan waktu sekitar 19 menit perhari untuk melakukan berbagai aktifitas di facebook. Menurut data statistik, facebook memilik 34juta anggota aktif pada tahun 2007 di seluruh dunia. Selain itu, dari bulan September 2006 hingga September 2007, peringkatnya naik dari posisi ke-60 ke posisi ke-7 situs yang paling banyak dikunjungi.
Kini, hegemoni facebook dalam dunia maya sudah tidak terbendung lagi. Peningkatan pengguna dalam jaringan sosial ini setiap tahunnya terus meningkat. Penggunanya pun dari berbagai macam kalangan yang sudah terintegrasi dengan teknologi komputer dan terkoneksi jaringan internet. Dalam revolusi pengharapan, Erich Fromm mengingatkan kita untuk tidak terjebak menjadi mesin-mesin hidup. Kaitannya di sini, yaitu bahwa perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan jangan sampai membuat kita menjadi robot-robot yang membuat kita teralienasi dalam dunia nyata manusia sendiri. Bagi Martin Heidegger, diri kita adalah entitas yang harus dianalisis. Kita bukanlah individu yang terisolir yang kemudian harus berhubungan dengan orang lain, melainkan sejak awal eksistensi kita dimiliki bersama dan bersifat sosial. Masalah kita justru adalah bagaimana menemukan eksistensi diri kita yang autentik.
Setiap saat kita melangkah maju ke masa depan yang tidak dapat kita ketahui, dan kita harus membuat pilihan tanpa kepastian apa pun mengenai hasilnya. Ungkapan melankolis tersebut, menjadi ledakan dalam pikiran dan kesadaran kita untuk kesiapan diri menghadapi gempuran dari gelombang cyberspace. Jika peradaban nyata manusia lengah, maka kehidupan digitalisasi akan menjadi dunia baru bagi kehidupan manusia. Kehidupan nyata alamiah manusia akan terganti menjadi sebuah simulakra dalam dunia cyberspace, seperti sebuah film the matrix yang diilhami dari karya besar Baudrillard yaitu tentang simulakra dan simulasi. Atau dalam bahasanya Yasraf Amir Piliang, kehidupan ini memasuki fase posrealitas. Di mana dunia realitas yang bersifat artifisial atau superfisial, yang tercipta lewat bantuan teknologi simulasi dan pencitraan yang mengambil alih dunia realitas yang alamiah.
Simulakra Facebook Menuju Kekuatan Komunikasi Virtual Efektif
Facebook dalam perkembangannya mengalami sebuah klimaks saat Presiden Barack Obama menjadikan cyberspace ini sebagai alat mediasi sosialisasi kampanye politiknya. Di mana saat itu Obama masih berstatus calon Presiden Amerika Serikat dari golongan minoritas. Namun dengan kecerdikannya, Obama memanfaatkan jejaring sosial virtual ini sebagai media kampanye. Hal ini karena Obama melihat facebook sebagai media virtual yang sering diakses oleh masyarakat Amerika. Alhasil, media facebook ini dianggap ampuh dalam menarik massa pendukung. Tidak dapat dipungkiri lagi, sosialisasi politik melalui media virtual facebook ini menjadi salah satu faktor pendukung kemenangan Obama dalam pemilihan presiden. Ternyata keefektifan facebook yang digunakan Obama menjadi efek domino bagi para elite politik di dunia dalam mensosialisasikan dirinya di cyberspace ini, salah satunya elite politik di Indonesia.
Interaksi dan komunikasi manusia yang dulu bersifat nyata, kini di simulasikan dalam sebuah simulakra facebook. Simulakra realitas yang diceritakan, dipresentasikan, dan disebarluaskan, tetapi juga direkayasa, dibuat dan disimulasikan dalam sebuah ruang bernama facebook. Akibat dari simulasi ini mengaburkan dan mengikis perbedaan antara yang nyata dengan imajiner, antara yang benar dengan yang palsu. Proses simulasi inilah yang mendorong lahirnya term”hiperealitas”, di mana tidak ada lagi yang lebih realitis sebab yang nyata tidak lagi menjadi rujukan. Facebook menjadi ruang maya tanpa batas, imajinatif dan dapat dihayati melalui perwujudan virtual. Di sini facebook merupakan ruang interaksi yang diwujudkan melalui jaringan komputer, sifatnya digital dan direpresentasikan dalam satuan bit. Facebook menjadi sebuah simulasi identitas dalam dunia cyberspace. Menurut Turkle, dalam dunia simulasi identitas dapat mencair dan menjadi multi-identitas.
Facebook adalah contoh yang paling eksplisit tentang multi-personalitas. Facebook memungkinkan pemakainya untuk menggunakan identitas yang diingininya. Seseorang bisa dengan mudah mengasumsikan dirinya sebagai laki-laki atau perempuan. Di mana dalam cyberspace seperti facebook ini, tidak ada yang tahu identitas yang sebenarnya dari diri seseorang tersebut. Jenis identitas seperti ini membuat orang merasa lebih memahami aspek-aspek tersembunyi dari diri mereka sendiri dengan merayakan kebebasan dalam dunia anonimitas. Manusia menyimpulkan bahwa facebook telah menjadi laboratorium sosial yang penting dalam percobaan mengkonstruksi dan merekonstruksi diri yang mencirikan kehidupan postmodern. Dalam hal ini Umberto Eco dan Baudrillard, mengatakan bahwa yang tidak riil menjadi realitas, yang riil kini meniru imitasi.
Facebook Sebagai Ruang Interaksi dan Komunikasi Para Anggota Komunitas Sigma TV
Berdasarkan penjabaran di atas, ternyata perkembangan cyberspace facebook merupakan media komunikasi yang timbul akibat perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Walaupun facebook sempat dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) daerah Jawa Timur, namun rupanya pepatah “anjing menggonggong kafilah berlalu “ berlaku bagi para pengguna facebook ini. Mereka tidak mempedulikan fatwa haram itu, sebab menurut mereka haram atau halalnya penggunaan facebook tergantung kepada penggunannya.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba meelaborasi perkembangan cyberspace facebook ini pada pengguna facebook di komunitas Sigma TV, Universitas Negeri Jakarta. Sebelum facebook muncul, komunitas ini melakukan komunikasi secara langsung melalui pertemuan-pertemuan diskusi film dan rapat atau sharing keorganisasian. Kemudian, seiring perkembangan teknologi menggunakan chatting sebagai media komunikasi jarak jauh, karena berbagai macam kekurangan yang ada di media chatting, akhirnya komunitas ini beralih memanfaatkan media komunikasi friendster dari tahun 2004-2008. Lalu pada tahun 2009, komunitas ini memanfaatkan media facebook sebagai sarana komunikasi yang efektif bagi para anggotanya. Walaupun begitu media informasi seperti blog, dan media komunikasi virtual seperti chatting, facebook, dan lain sebagainya tetap digunakan, tetapi dalam kapasitas kurang. Lebih banyak menggunakan facebook daripada media komunikasi virtual lainnya.
Di ruang virtual facebook inilah mereka bertukar informasi, berinteraksi, dan berbagi cerita tentang permasalahan hidup, percintaan, serta persahabatan. Para anggota komunitas Sigma TV terkadang memanfaatkan facebook sebagai media sosialisasi atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan mereka. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari beberapa orang informan yang diambil. Ternyata mereka hampir semua memiliki komunikasi virtual ini. Bahkan komunitas Sigma TV ini sendiri pun memiliki alamat facebook sendiri, yaitu “ sigmatv.unj@gmail.com “. Dari hasil wawancara, menurut mereka facebook adalah media komunikasi yang dapat menjangkau secara luas, tanpa mereka harus bertemu secara fisik. Ketika ditayakan perihal haramnya penggunaan facebook oleh MUI, lantang mereka katakan itu merupakan diskriminasi dan pembatasan hak asasi manusia dalam melakukan komunikasi.
Komunikasi virtual ini bagi mereka sangat diperlukan untuk menjalin korelasi yang tidak dapat dijangkau secara fisik. Sebagaimana yang dikemukan oleh George Herbert Mead dalam bukunya Deddy Mulyana, bahwa setiap manusia mengembangkan konsep dirinya melalui interaksi dengan orang lain dalam masyarakat dan itu dilakukan lewat komunikasi. Melalui proses komunikasi facebook inilah, para anggota komunitas Sigma TV menjalin kontak sosial secara virtual dengan orang lain, baik intern anggota komunitas Sigma TV sendiri maupun diluar anggota komunitasnya. Akan tetapi ternyata dari kegiatan komunikasi virtual ini, membuat para anggota komunitas Sigma TV jarang datang dalam kegiatan-kegiatan rapat,bertemu atau meluangkan waktu untuk hadir kesekretariatan komunitas Sigma TV. Pasalnya menurut mereka, lebih efisien melakukan komunikasi melalui facebook ketimbang datang kesekretariatan.
Proses komunikasi virtual ini pada akhirnya menciptakan komunikasi massa pada tingkatan anggota komunitas Sigma TV khususnya. Komunikasi massa ini dipengaruhi dari penggunaan facebook yang semakin menyeluruh. Di mana mayoritas anggota komunitas ini memiliki media komunikasi virtual facebook ini. Di sini komunikasi massa berfungsi sebagai salah satu aktivitas sosial para anggota komunitas Sigma TV. Dari pengamatan penulis, aktivitas sosial dalam dunia virtual ini dimaknai sebagai sebuah gaya hidup masyarakat kota. Dengan karakteristik masyarakat kota yang bersifat terbuka, membuka peluang mereka untuk menerima segala inovasi-inovasi teknologi yang masuk dalam kehidupannya.
Postmodern Modern Transisi Tradisional
Bagi Baudrillard, masyarakat masa kini menurutnya tak lagi didominasi oleh produksi, tetapi lebih didominasi oleh “media, model sibernetika dan system pengemudian, komputer, pemprosesan informasi, industri hiburan dan pengetahuan, dan sebagainya “.Secara implisit, pendapat Baudrillard ini menguatkan pemaparan yang telah dibahas oleh penulis. Oleh sebab itu, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa perkembangan teknologi komunikasi pada peradaban manusia perkotaan, amatlah begitu menjadi prioritas dalam aktivitas kehidupan manusia, khususnya para anggota komunitas Sigma TV.
Di tengah peradaban zaman yang kian hari semakin berkembang, yang menjadi indikator dari resistensi teori evolusi ala darwinisme. George Ritzer,mengatakan bahwa manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Lain halnya dengan Anthony Giddens, dia mengatakan manusia adalah subjek yang aktif dan kreatif. Untuk itu seiring perkembangan zaman, masyarakat kota telah mereproduksi berbagai bentuk aktivitas kegiatannya. Aktivitas ini dikemas dalam bentuk instanisasi dan digitalisasi. Ruang interaksi kini tanpa batas, tidak mengenal jarak bahkan nilai dan norma yang sudah mengakar dalam kebudayaan, khususnya Indonesia. Realitas-realitas sosial budaya yang ada di dunia nyata kini mendapatkan tandingan-tandingannya. realitas sejatih kini berubah menjadi realitas yang bersifat artifisial atau posrealitas. Yasraf Amir Piliang menyebutkan, bahwa saat ini masyarakat global tengah memasuki sebuah dunia baru. Di mana di dalamnya apapun yang dilakukan di dunia nyata semuanya dapat dilakukan¬¬ dengan tingkat pengalaman yang sama di dalam jagat raya maya. Manusia tidak lagi akrab bergaul dengan lingkungan nyata, tetapi diselimuti dengan realitas virtual.
Realitas virtual ini sedikit demi sedikit mencoba merasuki ruang sosial nyata manusia, khususnya masyarakat kota. Secara simultan masyarakat kota terhipnotis dengan ruang virtual ini. Dalam buku Neuromencer, Williem Gipson seorang novelis fiksi menyebut ruang virtual ini dengan nama cyberspace. Term cyberspace diperkenalkan tahun 1984 sebelumnya cyberspace disebut sebagai the Net, the Web, the Cloud, the Matrix, the Metaverse, the Datasphere, the electronic frontier, the Information Superhighway. Williem Gipson menjelaskan bahwa cyberspace adalah suatu halusinasi yang dialami oleh jutaan orang setiap hari. Di mana cyberspace menawarkan manusia untuk hidup dalam dunia alternatif, yang lebih menyenangkan dari pada kesenangan yang ada, dan lebih fantastis dari pada fantasi yang ada.
Sedangkan menurut Yasraf Amir Piliang, cyberspace pada hakikatnya adalah dunia citra, akan tetapi citra dalam pengertian khusus, yaitu yang terbentuk oleh data-data digital, yang memungkinkan setiap orang tidak hanya dapat melihat seperti sebuah foto atau lukisan, akan tetapi dapat masuk, dapat hidup, dapat berinteraksi dengan data tersebut. Sebagai sebuah dunia image yang interaktif—yang di dalamnya setiap orang dapat mendefinisikan, menciptakan, merubah, memodifikasi sebuah image, sehingga dapat menjadi sempurna atau ideal, maka cyberspace sesunggunya merupakan sebuah ruang yang di dalamnya berbagai bentuk fantasi dapat direalisasikan, yaitu dialami seakan-akan sebagai sebuah realitas.
Cyberspace bukan sebuah representasi dari realitas, namun simulasi-simulasi dari realitas yang hiperealitas. Bagi Baudrillard, hiperealitas merupakan produk sejatih dari simulasi. Dalam pengertian simulasi di sini, Baudrillard menjelaskan konsep simulasi dalam bukunya Simulation, yaitu bahwa simulasi sebagai penciptaan model-model realitas, yang tidak ada referensinya pada realitas: hyper-real. Dari pengertian itu, penulis mencoba menganalis konsep simulasi di sini sebagai sebuah proses imagologi penciptaan atas model realitas itu sendiri. Sedangkan hiperalitas di sini sendiri sebagai produk dari proses penciptaan model realitas. Salah satu hiperealitas dalam dunia cyberspace ini yaitu fenomena facebook pada masyarakat kota. Facebook merupakan media massa yang digunakan masyarakat kota dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara maya. Facebook adalah produk dari proses penciptaan model realitas komunikasi, dan interaksi masyarakat dalam dunia nyata. Baudrillard berpendapat bahwa media massa telah mendominasi dan menggeneralisasi proses simulasi.
Facebook sendiri diluncurkan pertama kali pada tanggal 4 Februari 2004 oleh Mark Zuckerberg sebagai media untuk saling mengenal bagi para mahasiswa Harvard. Karena bentuknya yang begitu dinamis, tanpa batas, dan dialogis digital, membuat masyarakat tersugesti untuk mengalihkan ruang nyata ke dalam bentuk yang lebih efisien dan efektif. Facebook secara bertahap menunjukan eksistensi hegemoninya pada dunia maya. Dalam tulisan ini, penulis mencoba mengulas permasalahan cyberspace. Di mana cyberspace ini tercitrakan dalam jejaring sosial digital yang bernama facebook. Facebook kini menjadi candu masyarakat kota yang telah memasuki fase teknologisasi komputer. Facebook kini ibarat ruang baru masyarakat kota dalam melakukan aktivitas berkomunikasi sehari-hari. Hal inilah yang menarik untuk diulas dalam kajian Sosiologi Perkotaan. Bahwa simbol kota tidak hanya berupa fisik semata, tetapi juga perkembangan teknologi yang bersifat non-fisik yaitu cyberspace sebagai simbol masyarakat kota.
Berangkat dari pernyataan di atas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih mendalam dari fenomena perkembangan cyberspace facebook. Dalam penelitian tentang cyberspace facebook ini, penulis akan mengambil sampel penelitian pada anggota komunitas Sinematografi Mahasiswa yang ada di Universitas Negeri Jakarta. Komunitas itu bernama Sigma TV atau Sinematografi Mahasiswa Televisi. Berdasarkan pengamatan penulis, para anggota komunitas ini merupakan salah satu pengguna cyberspace facebook. Di mana mayoritas anggotanya memanfaatkan cyberspace facebook ini sebagai media komunikasi virtual mereka. Menurut mereka cyberspace facebook merupakan kebutuhan terpenting dalam melakukan komunikasi jarak jauh. Sedangkan untuk penelitian di sini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dan kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristiwa. Penelitian kualitatif memerlukan ketajaman analisis, objektivitas, sistematik, sehingga diperoleh ketetapan dalam interpretasi.
Gambaran Umum Komunitas Sinematografi Mahasiswa Televisi ( Sigma TV)
Historis Komunitas Sinematografi Mahasiswa Televisi (Sigma TV)
Sigma TV adalah komunitas audio visual dan sinematografi di Universitas Negeri Jakarta. Awal mulanya Sigma TV merupakan komunitas yang didirikan oleh beberapa kalangan mahasiswa dari Jurusan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan yang berminat dibidang audio visual dan sinematografi. Awal mula kegiatan yang dilakukan Sigma TV sebagai panitia dokumentasi kegiatan Pekan Ilmiah Nasional ke-13 pada tahun 1998. Selain itu, Sigma TV pada tahun 1998 merupakan komunitas peliputan gerakan mahasiswa pada masa itu. Karena komunitas ini semakin berkembang dan diminati oleh kalangan mahasiswa dari luar Jurusan Teknologi Pendidikan. Maka pada tanggal 27 Januari 1999 Sigma TV terbentuk sebagai komunitas audio visual dan sinematografi di Universitas Negeri Jakarta.
Permulaan berdirinya Sigma TV adalah sebatas komunitas biasa yang ada di Universitas Negeri Jakarta. Kemudian seiring perkembangan komunitas Sigma TV ini, akhirnya pada tahun 2002, Sigma TV mendapatkan legalitas sah sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas Negeri Jakarta. Legalitas ini tertuang dalam SK Rektor No. 71/SP/2002. Dengan keluarnya SK Rektor tersebut membuat Sigma TV memiliki hak yang lebih daripada sebelum mendapatkan SK tersebut. Hak tersebut berupa pendanaan pengembangan keorganisasian dari pihak kampus dan penyediaan peralatan yang dibutuhkan. Adapun Visi, Misi dan Tujuan didirikannya komunitas Sigma TV ini sebagai berikut :
Visi Komunitas Sigma TV :
Menjadi wahana pendidikan sumber daya mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, yang menguasai bidang audiovisual dan sinematografi.
Misi Komunitas Sigma TV:
1. Berperan serta dalam pengembangan budaya bangsa melalui pemanfaatan media audio visual dengan mengelola program pembelajaran, informasi dan dokumentasi ke dalam media audio visual.
2. Menyediakan mahasiswa yang mahir dalam bidang audio visual dengan merencanakan, melaksanakan dan mengikuti pelatihan atau workshop audio visual untuk meningkatkan keterampilan (skill) dan kinerja mahasiswa.
Tujuan Komunitas Sigma TV:
1. Mengembangkan sumberdaya manusia yang kreatif, inovatif dan dinamis dalam bidang audiovisual dan sinematografi.
2. Memacu kreatifitas mahasiswa dari masing-masing jurusan maupun fakultas untuk turut andil dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui media audio visual.
Dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2005, sekretariatan komunitas Sigma TV ini masih bersifat nomaden, yaitu belum memiliki tempat yang permanen. Mereka menggunakan pendopo-pendopo yang ada di kampus sebagai tempat sementara untuk berkumpul dan berdiskusi tentang film-film maupun peliputan kegiatan atau peristiwa. Selain pendopo, kantor Humas Universitas Negeri Jakarta menjadi sekretariat sementara dalam memproduksi karya film pendek maupun peliputan. Namun pada tahun 2006, akhirnya Komunitas Sigma TV ini mendapatkan sekretaritan tetap di Gedung G, lantai III No. 302, Kampus A, Universitas Negeri Jakarta.
Kegiatan Komunitas Sigma TV ini, tidak hanya berupa peliputan kegiatan, pembuatan film-film pendek, kunjungan ke berbagai stasiun televisi dan rumah produksi, tetapi juga komunitas Sigma TV ini mengadakan kegiatan kajian film-film. Salah satu contohnya seperti kegiatan kajian film “ Perempuan Punya Cerita “ pada tahun 2008. Di mana dalam kajian ini komunitas Sigma TV mengundang Nia Dinata, sebagai sutradara film ini, dan aktivis perempuan Ratna Sarumpaet. Komunitas Sigma TV juga menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai komunitas sinematografi serupa yang ada di Jakarta, seperti komunitas film Konfiden, Institut Kesenian Jakarta dan rumah produksi Palm.
Komunitas Sigma TV membidangi berbagai minat yang berhubungan dengan sinematografi, antara lain : bidang penyutradaraan, kameraman, penulis skenario, peñata artistik, peñata lampu, dan lain sebagainya. Komunitas Sigma TV sendiri sudah menghasilkan banyak berbagai macam karya film-film pendek, antara lain :
1. Tidur Ramadhan (2002)
2. Hidup Ini Indah (2005)
3. Genk (2006)
4. Ablay(2006)
5. UNJ ( Universitas Nyari Jodoh) (2006)
6. Pengabdianku Pada Kebenaran(2007)
7. Gitar (2007)
8. Culun as the winner (2007)
9. Air Dingin (2008)
10. Eneng ga gila (2008)
11. Panco (2008)
12. Dont be late (2008)
13. Gado gado (2008)
14. Hi hi hi (2008)
15. Good morning montie (2008)
16. Don’t try it (2008)
17. Ngigo (2008)
18. Juki n Green Alert (2008)
19. Biji (2008)
20. Koin (2008)
21. Award (2009)
22. Nyontek (2009)
23. Botol (2009)
24. Pemilu (2009)
25. Jembatan (2009)
26. Aduh (2009)
27. Badan Hukum Pendidikan (2009)
28. Dan lain sebagainya.
Untuk anggota komunitas Sigma TV ini, terbagi menjadi dua bagian anggota aktif dan pasif. Di mana anggota yang aktif pada tahun ini tercatat berjumlah 57 orang, sedangkan anggota pasif lebih dari 300 orang.
Cyberspace Simbol Pencitraan Masyarakat Kota
Perkembangan teknologi informasi yang dimulai dari penemuan sistem percetakan oleh Johannes Guttenberg pada tahun 1450. Akhirnya, pada tahun 1455 di Mainz, Jerman, Guttenberg menciptakan sebuah mesin cetak untuk pertama kalinya di dunia. Dalam rentang ribuan tahun ini, setidaknya revolusi teknologi yang dimulai oleh Guttenberg telah menandai permulaan perkembangan teknologi informasi hingga kini. Ini terlihat dari progresif laju invensi-invensi teknologi di bidang informasi dan komunikasi. Tanpa sadar kini perkembangan teknologi informasi itu telah terdistribusi secara global dan melampaui sekat nilai dan norma tradisional masyarakat.
Membahas masalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, tentu tidak terlepas dari konteks globalisasi. Globalisasi sebagai alat transfortasi dari hasil perkembangan teknologi informasi dan komunikasi antara setiap orang di dunia yang secara radikal lalu lintas pesan, interaksi, peristiwa dan gagasan dapat lebih cepat tersampaikan. Perkawinan antara teknologi komputer dan internet berhasil menciptakan sebuah dunia maya di mana lautan informasi, data, maupun pengetahuan dengan mudah dapat diakses. Selain itu penciptaan ruang interaksi sosial budaya pun dapat dilakukan di dunia maya ini. Apalagi sumber informasi merupakan aset berharga bagi masyarakat kota, tak terkecuali masyarakat desa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Alvin Toffler, bahwa dunia kini abad informasi, di mana bukan lagi tanah, modal, dan mesin-mesin industry yang menjadi sumber utama proses produksi, melainkan semua pengetahuan yang mencakup informasi, data, gambar, simbol, budaya, ideologi dan nilai.
Internet dalam konteks dunia nyata, telah memungkinkan penjelajahan aktivitas manusia dalam dunia maya. Di mana dunia maya ini telah merobohkan dinding-dinding pembatas politis, teritorial, dan religi. Dunia nyata manusia yang begitu luas disulap menjadi sempit dalam dunia maya. Marshall McLuhan dalam Understanding Media menggambarkan dunia masa depan dengan menganalogikan ibarat kampung global, di mana masyarakat dalam melakukan aktivitasnya dibentuk oleh teknologi internet di dunia yang semakin mengerucut mengecil. Maksudnya, setiap aktivitas manusia nyaris tak terbatasi oleh ruang, waktu dan jarak.
Jejaring teknologi global dalam cyberspace telah mewujudkan hasrat berkuasa manusia modern untuk menggenggam dunia. Melalui cyberspace ini manusia dapat bertukar pikiran lewat chatting, bertemu dan bertatap muka dengan teknologi teleconference. Kemudian mengakses berbagai macam data, informasi, pengetahuan dengan world wide web, bahkan mengakses koleksi foto-foto bugil artis mancanegara sekalipun. Selain itu cyberspace juga digunakan sebagai ruang seks virtual di dunia maya atau cybersex. Cyberspace juga menawarkan berbagai macam hal yang tidak mungkin dilakukan dalam realitas nyata manusia. Dalam konteks ini, cyberspace bertindak mengantikan posisi aktivitas manusia yang terhambat oleh ruang fisik, geografis dan waktu.
Hambatan terhadap ruang fisik dan waktu dipercaya menjadi salah satu sumber energi bagi dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan perdaban manusia. Dari hal inilah muncul inovasi-inovasi baru yang bersifat instan dan digital yang tercermin dalam cyberspace. Oleh karena itu Daniel Bell, dalam bukunya The Cultural Contradictions of Capitalism, mengatakan bahwa beberapa varian gerakan dalam modernisme mengantarkan manusia kepada konsepsi dan logika yang lain terhadap ruang dan waktu. Bagi David Harvey seorang geographer Marxis, bahwa konsepsi ruang dan waktu tidak mungkin dipandang secara objektif, lepas dari proses-proses material, melainkan memahami akibat-akibat yang timbul dalam kehidupan sosial manusia sebagai hasil proses dan praktik material.
Menurut hemat penulis, berbicara mengenai ruang dan waktu, justru diskursus ini merupakan salah satu yang menjadi ilham dari lahirnya sebuah perkembangan inovasi aktivitas manusia yang tanpa batas. Sedangkan menurut David Harvey dalam flexible accumulation, menyatakan bahwa inovasi teknologi adalah hal yang utama dalam rangka menjawab permasalahan efisiensi. Namun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini telah menciptakan manusia sebagai mesin hasrat (desiring machine) yang dikonsepkan oleh Deleuze dan Guattari dalam teori psikoanalisisnya. Di mana mekanisme psikis mereproduksi hasrat yang membuat manusia ingin selalu menginginkan sesuatu yang lain. Dan hal ini dinikmati secara ambisius oleh masyarakat kota. Segregasi antara masyarakat kota dan desa dicitrakan dalam bentuk aktivitas virtual. Cyberspace dipersepsikan oleh masyarakat kota sebagai bentuk kemajuan peradaban. Dalam hal ini William E. Halal, mengatakan bahwa masyarakat informasi (modern) memiliki karakteristik menarik, yaitu mengalir secara dinamis, dan kehidupan masyarakat yang saling terhubung di seluruh dunia.
Hegemoni Facebook Dalam Dunia Nyata Manusia
Sebelum masyarakat modern mengenal facebook, terlebih dahulu masyarakat mengenal chatting dan friendster sebagai media interaksi dan komunikasi alternatif yang tanpa batas. Berangkat dari kekurangan yang ada dalam dua media tersebut. Ternyata menjadi inspirasi bagi Mark Zuckerberg seorang mahasiswa universitas Harvard. Di mana Mark Zuckerberg berhasil menciptakan sebuah media cyberspace yang bisa dilakukan di dalam chatting dan friendster, cyberspace itu bernama facebook. Facebook awalnya adalah situs web jaringan sosial. Kemudian facebook pertama kali di launching tanggal 4 Februari 2004. Awalnya situs web jaringan sosial ini diciptakan sebagai media interaksi sosial dan komunikasi bagi para mahasiswa Harvard. Selang waktu dua minggu kemudian setelah diluncurkan, separuh dari semua mahasiswa Harvard telah mendaftar dan memiliki account di facebook. Karena kelebihannya itu, beberapa kampus lain di sekitar Harvard pun meminta untuk dimasukkan dalam jaringan facebook. Seiring berkembangnya hasil inovasinya ini, Zuckerberg pun akhirnya meminta bantuan dua temannya Dustin Moskovitz dan Chris Hughes untuk membantu mengembangkan facebook demi memenuhi permintaan kampus-kampus lain untuk bergabung dalam jaringannya. Selama 4 bulan, terhitung sejak diluncurkannya, facebook telah berhasil merangkul 30 kampus dalam jaringannya.
Kesuksesan facebook, membuat Zuckerberg beserta dua orang temannya memutuskan untuk pindah ke Palo Alto dan menyewa apartemen di sana. Setelah beberapa minggu di Palo Alto, Zuckerberg berhasil bertemu dengan Sean Parker dan dari hasil pertemuan tersebut Parker pun setuju untuk bekerja sama mengembangkan facebook. Tidak lama setelah itu, Parker berhasil mendapatkan investor pertamanya yaitu Peter Thiel. Karena Thiel melihat prospek facebook ini begitu menjanjikan, akhirnya Thiel menginvestasikan 500 ribu US Dollar untuk pengembangan facebook. Prediksi Thiel tidak meleset, di mana jumlah account di facebook terus melonjak, hal ini kemudian menarik minat friendster pada pertengahan 2004 untuk mengajukan tawaran kepada Zuckerberg untuk membeli facebook seharga 10 juta US Dollar, tetapi ternyata tawaran ini ditolak oleh Zuckerberg. Penolakan yang dilakukan Zuckerberg sama sekali tidak membuatnya menyesal, sebab tidak lama setelah itu, ternyata facebook menerima sokongan dana lagi sebesar 12.7 juta US Dollar dari Accel Partners. Sokongan dari Accel Partners menjadi pendobrak berbagai investor untuk menginvestasikan dananya untuk pengembangan facebook.
Menurut Peter Thiel, pendapatan situs ini pada 2015 nanti bisa mencapai US$ 1 miliar. Pada saat itu, nilai perusahaan pun bakal ikut meroket menjadi sekitar US$ 8 miliar. Berbagai macam tawaran yang menggiurkan, ternyata tidak membuat Zuckerberg terjerumus dalam dunia materialisme. Hal ini terlihat dari sikapnya yang menolak tawaran dari Friendster seharga 10 juta US Dollar, serta menolak tawaran dari Viacom yang ingin membeli Facebook seharga 750 juta US Dollar, dan tawaran dari Yahoo yang ingin membeli facebook seharga 1 milyar US Dollar. Bahkan Bill Gates pun ingin membeli seluruh saham facebook, namun Bill Gates pada Oktober 2007 hanya dapat membeli 1,6% saham facebook seharga US$ 240 juta. Pasalnya, Zuckerberg tidak berniat menjual semua saham facebook sekaligus, karena Zuckerberg ingin facebook tetap independen.
Mengguritanya facebook membuat ekspansi jaringan semakin luas. Di mana pada September 2005 facebook tidak lagi membatasi jaringannya hanya untuk mahasiswa. Melainkan membuka jaringannya untuk para siswa SMU dan para pekerja kantoran. Dan akhirnya pada September 2006 Facebook membuka pendaftaran untuk siapa saja yang memiliki alamat e-mail untuk bergabung dalam dunia cyberspace ini. Tidak ada situs jejaring sosial lain yang mampu menandingi daya tarik facebook terhadap user. Pada tahun 2007, terdapat penambahan 200 ribu account baru perharinya. Lebih dari 25 juta user aktif menggunakan facebook setiap harinya. Rata-rata user menghabiskan waktu sekitar 19 menit perhari untuk melakukan berbagai aktifitas di facebook. Menurut data statistik, facebook memilik 34juta anggota aktif pada tahun 2007 di seluruh dunia. Selain itu, dari bulan September 2006 hingga September 2007, peringkatnya naik dari posisi ke-60 ke posisi ke-7 situs yang paling banyak dikunjungi.
Kini, hegemoni facebook dalam dunia maya sudah tidak terbendung lagi. Peningkatan pengguna dalam jaringan sosial ini setiap tahunnya terus meningkat. Penggunanya pun dari berbagai macam kalangan yang sudah terintegrasi dengan teknologi komputer dan terkoneksi jaringan internet. Dalam revolusi pengharapan, Erich Fromm mengingatkan kita untuk tidak terjebak menjadi mesin-mesin hidup. Kaitannya di sini, yaitu bahwa perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan jangan sampai membuat kita menjadi robot-robot yang membuat kita teralienasi dalam dunia nyata manusia sendiri. Bagi Martin Heidegger, diri kita adalah entitas yang harus dianalisis. Kita bukanlah individu yang terisolir yang kemudian harus berhubungan dengan orang lain, melainkan sejak awal eksistensi kita dimiliki bersama dan bersifat sosial. Masalah kita justru adalah bagaimana menemukan eksistensi diri kita yang autentik.
Setiap saat kita melangkah maju ke masa depan yang tidak dapat kita ketahui, dan kita harus membuat pilihan tanpa kepastian apa pun mengenai hasilnya. Ungkapan melankolis tersebut, menjadi ledakan dalam pikiran dan kesadaran kita untuk kesiapan diri menghadapi gempuran dari gelombang cyberspace. Jika peradaban nyata manusia lengah, maka kehidupan digitalisasi akan menjadi dunia baru bagi kehidupan manusia. Kehidupan nyata alamiah manusia akan terganti menjadi sebuah simulakra dalam dunia cyberspace, seperti sebuah film the matrix yang diilhami dari karya besar Baudrillard yaitu tentang simulakra dan simulasi. Atau dalam bahasanya Yasraf Amir Piliang, kehidupan ini memasuki fase posrealitas. Di mana dunia realitas yang bersifat artifisial atau superfisial, yang tercipta lewat bantuan teknologi simulasi dan pencitraan yang mengambil alih dunia realitas yang alamiah.
Simulakra Facebook Menuju Kekuatan Komunikasi Virtual Efektif
Facebook dalam perkembangannya mengalami sebuah klimaks saat Presiden Barack Obama menjadikan cyberspace ini sebagai alat mediasi sosialisasi kampanye politiknya. Di mana saat itu Obama masih berstatus calon Presiden Amerika Serikat dari golongan minoritas. Namun dengan kecerdikannya, Obama memanfaatkan jejaring sosial virtual ini sebagai media kampanye. Hal ini karena Obama melihat facebook sebagai media virtual yang sering diakses oleh masyarakat Amerika. Alhasil, media facebook ini dianggap ampuh dalam menarik massa pendukung. Tidak dapat dipungkiri lagi, sosialisasi politik melalui media virtual facebook ini menjadi salah satu faktor pendukung kemenangan Obama dalam pemilihan presiden. Ternyata keefektifan facebook yang digunakan Obama menjadi efek domino bagi para elite politik di dunia dalam mensosialisasikan dirinya di cyberspace ini, salah satunya elite politik di Indonesia.
Interaksi dan komunikasi manusia yang dulu bersifat nyata, kini di simulasikan dalam sebuah simulakra facebook. Simulakra realitas yang diceritakan, dipresentasikan, dan disebarluaskan, tetapi juga direkayasa, dibuat dan disimulasikan dalam sebuah ruang bernama facebook. Akibat dari simulasi ini mengaburkan dan mengikis perbedaan antara yang nyata dengan imajiner, antara yang benar dengan yang palsu. Proses simulasi inilah yang mendorong lahirnya term”hiperealitas”, di mana tidak ada lagi yang lebih realitis sebab yang nyata tidak lagi menjadi rujukan. Facebook menjadi ruang maya tanpa batas, imajinatif dan dapat dihayati melalui perwujudan virtual. Di sini facebook merupakan ruang interaksi yang diwujudkan melalui jaringan komputer, sifatnya digital dan direpresentasikan dalam satuan bit. Facebook menjadi sebuah simulasi identitas dalam dunia cyberspace. Menurut Turkle, dalam dunia simulasi identitas dapat mencair dan menjadi multi-identitas.
Facebook adalah contoh yang paling eksplisit tentang multi-personalitas. Facebook memungkinkan pemakainya untuk menggunakan identitas yang diingininya. Seseorang bisa dengan mudah mengasumsikan dirinya sebagai laki-laki atau perempuan. Di mana dalam cyberspace seperti facebook ini, tidak ada yang tahu identitas yang sebenarnya dari diri seseorang tersebut. Jenis identitas seperti ini membuat orang merasa lebih memahami aspek-aspek tersembunyi dari diri mereka sendiri dengan merayakan kebebasan dalam dunia anonimitas. Manusia menyimpulkan bahwa facebook telah menjadi laboratorium sosial yang penting dalam percobaan mengkonstruksi dan merekonstruksi diri yang mencirikan kehidupan postmodern. Dalam hal ini Umberto Eco dan Baudrillard, mengatakan bahwa yang tidak riil menjadi realitas, yang riil kini meniru imitasi.
Facebook Sebagai Ruang Interaksi dan Komunikasi Para Anggota Komunitas Sigma TV
Berdasarkan penjabaran di atas, ternyata perkembangan cyberspace facebook merupakan media komunikasi yang timbul akibat perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Walaupun facebook sempat dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) daerah Jawa Timur, namun rupanya pepatah “anjing menggonggong kafilah berlalu “ berlaku bagi para pengguna facebook ini. Mereka tidak mempedulikan fatwa haram itu, sebab menurut mereka haram atau halalnya penggunaan facebook tergantung kepada penggunannya.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba meelaborasi perkembangan cyberspace facebook ini pada pengguna facebook di komunitas Sigma TV, Universitas Negeri Jakarta. Sebelum facebook muncul, komunitas ini melakukan komunikasi secara langsung melalui pertemuan-pertemuan diskusi film dan rapat atau sharing keorganisasian. Kemudian, seiring perkembangan teknologi menggunakan chatting sebagai media komunikasi jarak jauh, karena berbagai macam kekurangan yang ada di media chatting, akhirnya komunitas ini beralih memanfaatkan media komunikasi friendster dari tahun 2004-2008. Lalu pada tahun 2009, komunitas ini memanfaatkan media facebook sebagai sarana komunikasi yang efektif bagi para anggotanya. Walaupun begitu media informasi seperti blog, dan media komunikasi virtual seperti chatting, facebook, dan lain sebagainya tetap digunakan, tetapi dalam kapasitas kurang. Lebih banyak menggunakan facebook daripada media komunikasi virtual lainnya.
Di ruang virtual facebook inilah mereka bertukar informasi, berinteraksi, dan berbagi cerita tentang permasalahan hidup, percintaan, serta persahabatan. Para anggota komunitas Sigma TV terkadang memanfaatkan facebook sebagai media sosialisasi atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan mereka. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari beberapa orang informan yang diambil. Ternyata mereka hampir semua memiliki komunikasi virtual ini. Bahkan komunitas Sigma TV ini sendiri pun memiliki alamat facebook sendiri, yaitu “ sigmatv.unj@gmail.com “. Dari hasil wawancara, menurut mereka facebook adalah media komunikasi yang dapat menjangkau secara luas, tanpa mereka harus bertemu secara fisik. Ketika ditayakan perihal haramnya penggunaan facebook oleh MUI, lantang mereka katakan itu merupakan diskriminasi dan pembatasan hak asasi manusia dalam melakukan komunikasi.
Komunikasi virtual ini bagi mereka sangat diperlukan untuk menjalin korelasi yang tidak dapat dijangkau secara fisik. Sebagaimana yang dikemukan oleh George Herbert Mead dalam bukunya Deddy Mulyana, bahwa setiap manusia mengembangkan konsep dirinya melalui interaksi dengan orang lain dalam masyarakat dan itu dilakukan lewat komunikasi. Melalui proses komunikasi facebook inilah, para anggota komunitas Sigma TV menjalin kontak sosial secara virtual dengan orang lain, baik intern anggota komunitas Sigma TV sendiri maupun diluar anggota komunitasnya. Akan tetapi ternyata dari kegiatan komunikasi virtual ini, membuat para anggota komunitas Sigma TV jarang datang dalam kegiatan-kegiatan rapat,bertemu atau meluangkan waktu untuk hadir kesekretariatan komunitas Sigma TV. Pasalnya menurut mereka, lebih efisien melakukan komunikasi melalui facebook ketimbang datang kesekretariatan.
Proses komunikasi virtual ini pada akhirnya menciptakan komunikasi massa pada tingkatan anggota komunitas Sigma TV khususnya. Komunikasi massa ini dipengaruhi dari penggunaan facebook yang semakin menyeluruh. Di mana mayoritas anggota komunitas ini memiliki media komunikasi virtual facebook ini. Di sini komunikasi massa berfungsi sebagai salah satu aktivitas sosial para anggota komunitas Sigma TV. Dari pengamatan penulis, aktivitas sosial dalam dunia virtual ini dimaknai sebagai sebuah gaya hidup masyarakat kota. Dengan karakteristik masyarakat kota yang bersifat terbuka, membuka peluang mereka untuk menerima segala inovasi-inovasi teknologi yang masuk dalam kehidupannya.
Postmodern Modern Transisi Tradisional
Bagi Baudrillard, masyarakat masa kini menurutnya tak lagi didominasi oleh produksi, tetapi lebih didominasi oleh “media, model sibernetika dan system pengemudian, komputer, pemprosesan informasi, industri hiburan dan pengetahuan, dan sebagainya “.Secara implisit, pendapat Baudrillard ini menguatkan pemaparan yang telah dibahas oleh penulis. Oleh sebab itu, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa perkembangan teknologi komunikasi pada peradaban manusia perkotaan, amatlah begitu menjadi prioritas dalam aktivitas kehidupan manusia, khususnya para anggota komunitas Sigma TV.
Namun tentunya perkembangan teknologi komunikasi itu harus kita cerna dalam metabolisme pikiran tentang makna kehidupan manusia yang sejatihnya, yaitu interaksi dan komunikasi dalam dunia nyata. Hal ini bertujuan agar terciptanya institusi masyarakat yang nyata, bukan maya atau yang sudah mengalami proses simulakra. Sesuai dengan pendapat Berger dan Luckmann bahwa institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Jika diinterpretasikan, maka tindakan dan interaksi manusia yang nyata akan menciptakan institusi masyarakat yang real pula, dan sebaliknya bila tindakan dan interaksi yang maya akan menciptakan institusi masyarakat yang maya pula. Untuk itu, pilihan ada ditangan kita, institusi masyarakat yang nyata atau institusi masyarakat yang maya tentunya dengan pertimbangan yang rasional.Penutup
Perkembangan teknologi pada fase peradaban manusia memang diakui sebagai sebuah solusi dari permasalahan hidup manusia. Simbiosis mutualisme ini ternyata menjadi sebuah perpaduan yang dinamis, namun terkadang paradoks. Untuk itulah penelitian ini dilakukan dalam mencari tahu tentang hubungan tersebut. Dalam hal ini hubungan pemanfaatan facebook terhadap pola interaksi masyarakat, khususnya para anggota komunitas Sigma TV. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa dampak penggunaan facebook ternyata mempengaruhi pola interaksi dunia nyata manusia. Facebook sebagai manifestasi dari cyberspace ini perlahan menggantikan posisi ruang nyata interaksi manusia. Kini dunia maya dalam komputerisasi menjadi simbol dari masyarakat kota. Tak pelak, popularitas cyberspace menjadi diferensiasi antara kota dan desa.
Sebagai sebuah kontemplasi dari fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat modern abad kini. Penulis mencoba mengetengahkan masalah ini dalam sebuah wacana dialektika kritis. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan kesadaran kritis kita yang sudah terninabobokan oleh perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Diskursus tentang paradoksal masalah ini diharapkan dapat menjadi vitamin refleksi atas humanitas yang mulai bergeser ke dalam dunia maya. Sebagai penutup dalam tulisan ini, bagi penulis perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan haruslah dicerna lebih mendalam, baik tentang makna, dampak negatif maupun positifnya.
Daftar Pustaka
Baudrillard, Jean. 2004. Masyarakat Konsumsi. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa:Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & T. Luckman. Jakarta : Kencana.
Harvey, David. 1989. The Condition Of Postmodernism. Cambridge-Oxford:Blackwell.
Magee, Bryan. 2008. The story of Philosophy. Yogyakarta: Kanisius. Diterjemahkan oleh Marcus Widodo dan Hardono Hadi.
Margono, S. 2000. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:PT Rineka Cipta.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Piliang, Yasraf Amir. 2004. Posrealitas: Realitas Kebudayaan dalam era Posmetafisika. Yogyakarta : Jalasutra.
Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:Rajawali Pers.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern:Edisi ke-6.
Jakarta: Kencana. Dialihbahasakan oleh Alimandan.
Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto. 2005. Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
William, Martin J. 1995. The Global information Society, Hampshire. UK:Aslib Gower.
Perkembangan teknologi pada fase peradaban manusia memang diakui sebagai sebuah solusi dari permasalahan hidup manusia. Simbiosis mutualisme ini ternyata menjadi sebuah perpaduan yang dinamis, namun terkadang paradoks. Untuk itulah penelitian ini dilakukan dalam mencari tahu tentang hubungan tersebut. Dalam hal ini hubungan pemanfaatan facebook terhadap pola interaksi masyarakat, khususnya para anggota komunitas Sigma TV. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa dampak penggunaan facebook ternyata mempengaruhi pola interaksi dunia nyata manusia. Facebook sebagai manifestasi dari cyberspace ini perlahan menggantikan posisi ruang nyata interaksi manusia. Kini dunia maya dalam komputerisasi menjadi simbol dari masyarakat kota. Tak pelak, popularitas cyberspace menjadi diferensiasi antara kota dan desa.
Sebagai sebuah kontemplasi dari fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat modern abad kini. Penulis mencoba mengetengahkan masalah ini dalam sebuah wacana dialektika kritis. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan kesadaran kritis kita yang sudah terninabobokan oleh perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Diskursus tentang paradoksal masalah ini diharapkan dapat menjadi vitamin refleksi atas humanitas yang mulai bergeser ke dalam dunia maya. Sebagai penutup dalam tulisan ini, bagi penulis perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan haruslah dicerna lebih mendalam, baik tentang makna, dampak negatif maupun positifnya.
Daftar Pustaka
Baudrillard, Jean. 2004. Masyarakat Konsumsi. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa:Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & T. Luckman. Jakarta : Kencana.
Harvey, David. 1989. The Condition Of Postmodernism. Cambridge-Oxford:Blackwell.
Magee, Bryan. 2008. The story of Philosophy. Yogyakarta: Kanisius. Diterjemahkan oleh Marcus Widodo dan Hardono Hadi.
Margono, S. 2000. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:PT Rineka Cipta.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Piliang, Yasraf Amir. 2004. Posrealitas: Realitas Kebudayaan dalam era Posmetafisika. Yogyakarta : Jalasutra.
Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:Rajawali Pers.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern:Edisi ke-6.
Jakarta: Kencana. Dialihbahasakan oleh Alimandan.
Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto. 2005. Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
William, Martin J. 1995. The Global information Society, Hampshire. UK:Aslib Gower.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar