Selasa, 24 Agustus 2010

Memoar Bayah Barat


Romantisme Bayah mengantarkan ku pada sebuah eksotisme alam di sana. Ketiadaan hidup membuat terasa berarti disinggasana siur lantunan irama alam. Di mana irama ombak laut dan kesunyian malam membuat dentuman detak jantung terasa larut dalam kedamaian hidup. Selain itu, kesahajaan yang terbalut dalam suasana kekeluargaan membuat diri ini tersenyum bahagia dan berkata dalam hati " Tuhan, apakah kebersamaan ini akan berakhir di malam ini ? Apakah canda-tawa ini akan berlalu seiring selesainya tuntutan akademik ? "

Ya, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Akan tetapi, apakah perpisahan yang tinggal menunggu waktu ini akan benar-benar terjadi. September 2007, masih teringat dalam memori ini. Di bulan dan tahun itu, awal dari pertemuan ku dengan teman-teman ku yang tergabung dalam mahasiswa pendidikan sosiologi reguler 2007. Suka, duka, benci, amarah, tawa dan canda dilewati bersama dalam identitas masing-masing. Apakah ini akan menjadi sebuah kenangan usang yang terkubur begitu saja ? Semoga tidak !

Entah mengapa di malam terakhir KKL itu, ku merasa suasana yang berbeda. Dingin dan sunyi. Malam yang tenang dan penuh dengan kecemasan itu ( karena beberapa teman kami terserang penyakit yang tidak kami harapkan ) membuat ku dan mungkin teman-teman yang lain merasa malam terakhir KKL itu terasa hampa dan tidak berarti. Rintik hujan di malam itu mencoba membuat kami terlena dalam tidur hingga membuat kami lupa untuk membuat sebuah momen terakhir yang berkesan. Ya sudahlah mungkin itulah momen yang sudah ditentukan oleh Tuhan kepada kami.

Namun di sisi lain, ada sesuatu yang membuat jiwa ku terusik. Seseorang yang bagi ku berbeda, asing dan tenang. Entahlah apa yang terjadi dalam dimensi alam pikir ku ini. Seseorang yang mencoba masuk dalam rasa dan asa filosofis. Wajahnya seperti dewi Aphrodite dan pikiran serta sikapnya seperti dewi Athena. Ingin rasanya ku dendangkan sebuah refleksi kata, sebuah karya dari maestro Sapardi Djoko Damono :

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Refleksi kata ini sepertinya bisa larut dan bersatu dalam kedamaian alam Bayah Barat di malam hari itu. Sosok Aphrodite dan Athena ini rasanya juga tidak akan bisa bertemu lagi sampai waktu dan Tuhan mempertemukan lagi pada sebuah dimensi kesatuan hati. Sepertinya ku merasa melankolis, sama seperti Soe Hoek Gie di saat hari-hari terakhirnya berpisah dengan teman-temannya untuk selamanya,

“akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa. Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui.
Apakah kau masih berbicara selembut dahulu? memintaku minum teh dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”

(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah bayah barat. Kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram, meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu, ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”

(Cahaya-cahaya bintang yang sepi dilangit malam Bayah itu. Kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti Bayah Barat kita )

“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”

(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti dingin dimalam itu )

“ manisku, aku akan jalan terus membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan bersama hidup yang begitu biru ”

Ya, ku mencoba sedikit merangkai kata melankolis Soe Hoek Gie dengan alam pikir ku...Ah, mengapa ku tulis kalimat itu. Mungkin karena hipnotisnya, hingga membuat kesadaran ku untuk menulis diluar konteks. Biarlah catatan melankolis itu kutulis lebih banyak di hati ku saja, dan wajahnya biarlah kulukis tdalam hati ku saja. Selesai untuk kisah ini.

Kembali dalam kenangan bersama di malam itu, di mana keletihan disaat waktu kami tertawa bahagia bersama dalam permainan ombak. Betapa senangnya kebersamaan itu, terasa bermimpi bisa seperti itu bersama, tapi syukurlah ini adalah nyata. Ombak laut manuk menjadi saksi senyum dan tawa kami di hari-hari terakhir itu. Tidak hanya ombak, derasnya hujan pun menjadi balutan kehangatan aktifitas kami. Apakah masa-masa ini akan terulang kembali ? Mungkin jawabannya ada pada diri kami masing-masing.

Dan tak terasa, KKL pun selesai di tanah Bayah Barat itu. Tanah terakhir, yang menjadi catatan kenangan kami bersama. Sedih, haru, dan romantisme mungkin ada dalam diri kami masing-masing. Hari kepulangan kami ke Jakarta, berarti pula menandahkan hari terakhir kebersamaan kami, karena tidak mungkin kenangan-kenangan ini bisa terulang kembali. Teman, dalam diam ku berdoa semoga kelak kita bisa bertemu kembali dalam momen yang berbeda. Selamat berjuang untuk menyelesaikan tanggung jawab akademik kalian. Maaf bila selama ini ada salah..Semoga kalian dapat menjadi pelita bangsa.....Amin.


Jakarta,21 Juli 2010. 00 :10
Syaifudin

Tidak ada komentar: